Penyiksaan di Balik Pengungkapan Kasus Begal Bekasi

Oleh Arbi Soemandoyo

Empat pemuda, salah satunya guru ngaji dan Kader HMI, didakwa melakukan pembegalan di Bekasi. Keempatnya diduga korban salah tangkap dan memiliki alibi kuat tak ada di lokasi kejadian saat peristiwa pembegalan.

Sambil menangis di muka hakim Pengadilan Negeri Cikarang, empat  anak muda itu mencabut keterangan yang tertera dalam Berita Acara Pemeriksaan (BAP). Kepada majelis hakim, keempatnya mengaku dipaksa menandatangani BAP di Kantor Polsek Tambelang.

Empat anak muda itu adalah Abdul Rohman alias Abdul (20 tahun), Muhamad Fikry (20 tahun), Randi Aprianto alias Miing (20 tahun), dan Muhammad Rizky alias Kentung (21 tahun).

Pencabutan BAP itu terjadi dalam persidangan yang berlangsung pada 3 Februari 2022 lalu.

“Jadi, intinya semua terdakwa yang berempat ini mencabut keterangan BAP semua?” tanya Hakim.

“Iya, Pak,” jawab Abdul mewakili ketiga temannya.

“Karena ada pemaksaan?” lanjut melanjutkan.

“Betul, Pak Hakim,” tegas Abdul.

Abdul, Fikry, Randi dan Rizky ditangkap pada 28 Juli 2021 di warung milik Rusin, ayah Fikry, yang terletak di Jalan Raya Kali CBL, Kecamatan Cibitung, Kabupaten Bekasi, Jawa Barat. Selain keempat terdakwa, pada malam penangkapan itu polisi juga membawa lima teman Fikry lainnya. Jadi, total ada sembilan orang yang ditangkap.

Belakangan, lima orang lainnya dilepaskan polisi karena tak cukup alat bukti. Salah satu yang dilepaskan ialah Ridwansyah, buruh peternakan ayam yang pada malam penangkapan sedang nongkrong di warung milik Rusin bersama bosnya, Fajri, yang juga ikut ditangkap polisi.

Ridwansyah bercerita, sekitar pukul 19.30 WIB, tiga polisi berhenti di depan warung milik Rusin. Mereka mengepung dari segala penjuru dan langsung melakukan penangkapan tanpa memberi penjelasan. Orang pertama yang ditangkap ialah Muhammad Fikry, seorang guru ngaji sekaligus kader Himpunan Mahasiswa Islam di Kabupaten Bekasi.

Delapan temannya yang juga ada di depan warung saat itu, termasuk Abdul, Randi dan Rizky, ikut dibawa polisi. Ridwansyah berkata, ia sempat mempertanyakan alasan mengapa ditangkap, tapi baru saja melontarkan pertanyaan, ia dihadiahi tendangan oleh polisi berpakaian preman.

“Saya langsung ditendang,” ujar Ridwansyah.

Dengan tangan terikat dan mata ditutup lakban, sembilan orang itu dibawa polisi menggunakan tiga mobil. Sebelum dibawa ke kantor polisi, mereka lebih dulu diinterogasi di Kantor Telkom yang lokasinya berada di depan Kantor Kepolisian Sektor Tambelang. Di sini, satu persatu mereka diinterogasi polisi berpakaian preman.

Seingat Ridwansyah, empat temannya yakni Abdul, Fikry, Randi dan Fikry lebih dulu diperiksa polisi dan diturunkan dari mobil. Di bawah ancaman, keempatnya dipaksa mengakui perbuatan pembegalan.

“Saya melihat bocah-bocah (Abdul, Fikry, Randi dan Rizky) satu per satu dipukul dan ditendang, diinterogasi, satu-satu,” kata Ridwansyah.

Ridwansyah menambahkan, selain kekerasan, polisi juga memaksa mereka dengan meletuskan tembakan.
 
“Saya, kan, menghadap ke sana, ya, ke arah yang berlima. Kata polisi begini: ‘Ngapain kamu nengok-nengok? Saya tembak mau, kayak teman kamu?’” ujar Ridwansyah.

Ridwansyah baru mengetahui belakangan kalau penangkapan terkait dengan kasus pembegalan.

Kasus pembegalan yang dimaksud Ridwansyah terjadi pada Sabtu dinihari, 24 Juli 2021, di Jalan Raya Sukaraja, Kabupaten Bekasi. Korban pembegalan bernama Darusman Ferdiansyah, seorang karyawan pabrik. Dalam dokumen laporan polisi, Darusman mengalami pembegalan sekitar pukul 01.30 WIB dalam perjalanan pulang bekerja dari kantornya di Kawasan Industri MM 2100.

Ia mengaku dipepet sepuluh orang pembegal, salah satu pelaku menyabetkan celurit. Sepeda motor Yamaha NMAX milik Darusman raib dan ia mengalami luka pada bagian lengan kanan. Korban mendapat pertolongan warga, 350 meter dari lokasi kejadian pembegalan.

Darusman merasa ia mengenali dan masih ingat ciri-ciri para pelaku, salah satunya sepeda motor yang digunakan para pelaku. Berbekal keterangan korban inilah polisi melakukan penangkapan terhadap sembilan orang tersebut yang mengerucut menjadi empat terdakwa.

 

Penangkapan Berdasarkan Foto dan Pengakuan Korban

Dalam persidangan yang sama, terungkap kalau dasar polisi menangkap keempat terdakwa ialah foto yang diambil oleh Jai Bin Boih, paman korban. Jai mengambil foto itu dua hari setelah kejadian yakni pada 26 Juli 2021. Hari itu, korban Darusman secara tidak sengaja melihat para terduga pelaku sedang duduk di sebuah warung di Jalan Raya Kali CBL.

Jai kemudian mendatangi warung tersebut kemudian berpura-pura membeli sesuatu dan memfoto para terduga pelaku. Foto hasil jepretan Jai itu juga menjadi alat bukti yang diajukan di Kepolisian. Jepretan itu menangkap wajah Muhamad Fikry, Muhammad Rizky dan Abdul Rohman.

Aksi Jai memfoto itu terekam kamera CCTV warung. Dalam rekaman CCTV yang diperoleh Narasi, pada 26 Juli 2021, Jai datang dan pura-pura membeli sesuatu di warung milik Rusin. Sambil membeli, Jai mengeluarkan ponsel dan mengarahkan kamera ke arah Fikry, Rizky dan Abdul yang saat sedang asyik bermain gim (tangkapan layar CCTV yang lebih lengkap bisa dilihat dalam video investigasi di atas).

Jai kemudian mengirim jepretannya kepada Darusman.

“Pas sudah saya foto, ya sudah saya tanya (korban). Man, benar enggak ini orangnya?” kata Jai.

“Iya, Mang, ini (pelakunya),” ujar Jai menirukan perkataan Darusman saat memberikan kesaksiannya di persidangan.


Foto hasil jepretan Jai. Tampak para terdakwa (dari kiri ke kanan): Muhamad Fikry, Muhammad Rizky, Abdul Rohman.

Dengan inisiatif sendiri, Jai memperlihatkan foto itu kepada orang-orang di sekitaran warung untuk mengetahui identitas/nama orang-orang di dalam foto. Kemudian barulah Jai memberikan foto itu kepada penyidik Polsek Tambelang. Berbekal foto dan keterangan itulah, dua hari kemudian, pada Rabu, 28 Juli 2021, polisi melakukan penangkapan.

Nama Jai muncul sebagai daftar saksi yang diperiksa polisi meski ia bukan saksi peristiwa. Bersama Jai, saksi lainnya ialah Herman Pelani, seorang warga yang menolong korban usai dibegal.

Narasi sempat mendatangi rumah Herman di Kampung Petecina, RT 004/ RW 002 Desa Sukarja, Kabupaten Bekasi. Sayang, Herman tak ada di rumah.

Namun, istrinya berkata, Herman memang sempat menolong korban, tapi bukan saksi yang melihat kejadian pembegalan. Saat pembegalan terjadi, kata istrinya, Herman sedang bermain bulu tangkis di depan rumahnya.

“Suami saya hanya menolong korban,” kata istri Herman.

Rumah Herman dan lokasi kejadian berjarak sekitar 350 meter.

Sementara dua saksi lain ialah I Gusti Agung Rai Yoga dan Ari Wibowo, keduanya merupakan polisi yang bertugas di Polsek Tambelang. Keduanya juga bukan saksi yang menyaksikan peristiwa. Saksi yang melihat dan mengenali para pelaku hanya korban seorang: Darusman Ferdiansyah.

Narasi mendatangi lokasi kejadian. Pemilik warung yang jaraknya sekitar 10 meter dari lokasi kejadian menolak diwawancarai karena mengaku tak mengetahui aksi pembegalan tersebut.

Tiga warga yang rumahnya tidak jauh dari lokasi kejadian, dan sempat kami wawancarai, tapi menolak identitasnya disebutkan dalam laporan, bahkan mengakui tak mengetahui terjadi aksi pembegalan di sekitar rumah mereka di Jalan Raya Sukaraja. Warga baru mengetahui terjadi aksi pembegalan setelah polisi melakukan olah tempat kejadian perkara, tujuh jam setelah kejadian.

Nirman, salah satu saksi yang meringankan keempat terdakwa berkata, ia baru mendengar ada aksi pembegalan setelah polisi merilis penangkapan pada 30 Juli 2021. Nirman mengaku sedang nongkrong dengan temannya di pos ronda, sekitar 30 meter dari lokasi pembegalan, saat peristiwa terjadi.

“Saya kebetulan sedang nongkrong tak jauh dari lokasi, malam kejadian saya enggak dengar ada pembegalan, dan baru tahu pas ada berita di Facebook,” ujar Nirman.

  

Alibi dari CCTV

Andi Muhammad Rezaldy, pengacara terdakwa, berkata banyak kejanggalan dari proses pengungkapan kasus ini di Polsek Tambelang.

“Klien kami punya bukti kuat tak ada di lokasi kejadian saat peristiwa pembegalan itu terjadi,” kata Andi yang juga bekerja di Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (Kontras) kepada Narasi.

Bukti yang dimaksud Andi ialah rekaman CCTV saat peristiwa pembegalan terjadi.

“Ada rekaman CCTV yang menangkap aktivitas Fikry. Dia ada di rumah saat peristiwa pembegalan terjadi,” ujar Andi.

Dalam rekaman CCTV yang diperoleh Narasi, Fikry memang berada di musala saat aksi pembegalan terjadi pada 24 Juli 2021 pukul 01.30 WIB. Ia bersama teman-temannya sejak pukul 22.00 WIB hingga pagi berikutnya (23 Juli malam hingga 24 juli pagi) selalu berada di musala (tangkapan layar CCTV yang lebih lengkap bisa dilihat dalam video investigasi di atas).

Wahyu, saksi yang meringankan Fikry, mengatakan hal yang sama dengan rekaman CCTV.

“Dia [Fikry] enggak ke mana-mana. Dia tidur di sini (di musala). Memanjang ke sini tidurnya. Berdua sama Gunawan. Kebetulan saya juga lagi main gim di sini,” kata Wahyu seraya menunjukkan posisi tidur Fikry.

Wahyu juga sempat ditangkap pada 28 Juli 2021. Karena tak memiliki bukti, Wahyu kemudian dilepaskan. Ia juga mengatakan, saat penangkapan terjadi, teman-temannya juga mengalami kekerasan yang dilakukan polisi. Ia melihat dengan jelas bagaimana polisi memaksa keempat temannya, yakni Abdul, Fikry, Randi dan Rizky, dipaksa mengakui perbuatan pembegalan.

“Di situ, dalam keadaan tangan saya masih terikat di belakang pakai lakban, saya menyaksikan adanya kekerasan dari pihak anggota terhadap teman-teman kami ini, berempat itu, yang diduga sebagai tersangka,” ujar Wahyu.

Selain Fikry, Abdul yang juga menjadi terdakwa dalam kasus ini memiliki alibi yang kuat. Berdasarkan surat dakwaan, Abdul ditetapkan sebagai tersangka utama. Ia didakwa sebagai sosok yang membacok korban.

Aldi, saksi mata yang meringankan Abdul, mengatakan bahwa saat peristiwa pembegalan itu terjadi, ia bersama dengan Abdul dan Alzi sedang mengantarkan ayam ke Pasar Cikarang.

“Saya, Abdul dan Alzi, malam itu mengantar ayam. Pas jam setengah dua itu, mobil mogok di Cikarang,” kata Aldi.

Aldi, Abdul dan Alzi bekerja untuk peternakan ayam yang lain dengan peternakan tempat Ridwansyah bekerja. Peternakan tempat Ridwansyah bekerja dimiliki oleh Fajri (yang juga sempat ditangkap), sedang peternakan tempat Aldi, Abdul dan Alzi dimiliki oleh orang yang berbeda, yaitu Sudarmun.

Untuk menguatkan kesaksiannya, Aldi memberikan foto dan video saat mereka sedang mengantar ayam pada malam kejadian. Dalam foto yang diberikan Aldi kepada Narasi, terlihat ketiganya memang sedang mengantar ayam dan menderek mobil mereka yang sedang mogok di Gang Sengon, Kali Malang. Dari pemeriksaan metadata, foto itu diambil pada 24 Juli 2021 pukul 05.55 atau empat jam setelah kejadian.

Bukti lain yang menguatkan bahwa Abdul tak ada di lokasi kejadian ialah rekaman video sebelum mobil yang mereka tumpangi mogok di Gang Sengon, Jalan Raya Kalimalang. Dalam metadata video, mereka berada di Gang Sengon sekitar 00.51 atau setengah jam sebelum peristiwa pembegalan.

Berdasarkan Google Maps, jarak antara Gang Sengon dengan lokasi pembegalan sekitar 17 Kilometer. Dalam simulasi yang kami lakukan, perlu waktu sekitar 40 menit dengan sepeda motor untuk menempuh jarak di antara dua lokasi tersebut pada kondisi jalanan yang sepi (tengah malam hingga dini hari).

“Pas saya balik lagi, Abdul juga masih ada di mobil, enggak ke mana-mana,” kata Aldi.

Aldi memang sempat kembali ke peternakan untuk mengambil mobil lain dengan menggunakan ojek. Mobil lain itu kemudian dipakai untuk mengantar ayam ke yang sedianya dilakukan oleh mobil yang mogok di Gang Sengon.

Alibi juga dimiliki Rizky. Pada saat kejadian, ia sedang di lokasi pemotongan ayam di Jalan Raya Kali CBL. Abdul dan Rizky sama-sama bekerja di peternakan ayam milik Sudarmun. Keberadaan Rizky di peternakan juga diperkuat oleh kesaksian Sudarmun.

Pada malam kejadian itu, menurut Sudarmun, selain meminta Abdul mengantarkan ayam bersama Aldi dan Alzi, Rizky tetap tinggal di peternakan, menemaninya di lokasi peternakan ayam.

“Rizky itu orang kepercayaan saya, dia ada di kandang pada malam kejadian. Saya juga ada di situ,” kata Sudarmun.

Ia yakin Rizky bukan pelaku pembegalan. Lucunya, menurut Sudarmun, buat menguatkan dakwaan kepada Abdul dan Rizky, polisi juga ikut menyita sepeda motor Honda Vario B 4956 TNO. Motor itu ternyata milik Sudarmun dan pada saat malam kejadian ada di peternakan dan tidak ada yang memakai.

“Polisi bilangnya pinjam sekalian sama STNK-nya,” kata Sudarmun.

Ia menegaskan malam itu motor itu ada di peternakan ayam miliknya, tidak pergi ke mana-mana.
 
“Motor tetap di tangan saya. Jadi, apabila enggak ada amanat saya untuk menagih atau ke mana, enggak bakal [para terdakwa] memakai motor tersebut,” ujar Sudarmun.

Sedangkan untuk Randi, ia didakwa melakukan pembegalan dengan berboncengan di atas motor Honda Vario B 4956 TNO bersama Abdul dan Rizky. Padahal, saat kejadian, Randi sedang menginap di rumah temannya.

Wasinem, saksi persidangan yang meringankan Randi, bercerita bahwa pada malam kejadian, Randi sedang menginap di kediamannya. Bahkan bukan hanya hari itu saja Randi menginap, tapi hampir setiap hari ia berada di rumah Wasinem.

“Pas tanggal 23 [Juli 2021], Randi di rumah saya. Sampai tanggal 24 dia masih di rumah saya. Memang dia sehari-hari di rumah saya, ya. Bantu-bantu, memang dia kerja sama anak saya,” ujar Wasinem.

Kesaksian Wasinem dikuatkan oleh anaknya, Oki Lukman. Oki adalah teman Randi. Oki bersaksi bahwa Randi bersama dengan dan dan tidur di rumah yang sama.

“Malam itu (pas kejadian), dia main ponsel, seperti lihat YouTube begitu. Orang dia (Randi) di samping saya, tidur di depan TV. Ada saya, sepupu saya. Sepupu saya itu tiga, tidur di depan TV semua,” tutur Oki.

Randi bahkan baru pulang ke rumahnya sendiri pada 26 Juli 2021. Ia kemudian kembali lagi ke rumah Wasinem untuk menginap dan baru ditangkap pada 28 Juli saat ia izin pulang untuk berganti pakaian dan mampir di warung Rusin.

Dalam foto yang dijepret Jai Bin Boih, paman korban, Randi tidak ada dalam foto tersebut. Nama Randi baru muncul setelah penangkapan pada 28 Juli 2021 oleh Polsek Tambelang.

 

Kejanggalan di Persidangan

Dalam proses persidangan, terungkap pula bahwa barang bukti yang disita juga tak berkaitan dengan para pelaku. Misalnya, sepeda motor Honda Beat B 4358 PFW milik Fikry.

 

Dalam berkas disebut sepeda motor itu digunakan saat melakukan pembegalan, tapi di persidangan terungkap bahwa sepeda motor tak digunakan saat malam kejadian. Berdasarkan bukti rekaman CCTV pada malam kejadian yang diperoleh Narasi, sepeda motor itu terparkir di depan kediaman Rusin.

 

Orang yang terakhir memakai sepeda motor itu ialah adik Rusin. Ia menggunakan sepeda motor itu dan terlihat di CCTV baru kembali pada pukul 22.24. Rekaman CCTV menunjukkan, sejak itu, hingga pagi berikutnya, motor itu tidak ke mana-mana lagi. Keterangan ini juga diperkuat kesaksian Rusin, ayah terdakwa Muhamad Fikry (tangkapan layar CCTV yang lebih lengkap bisa dilihat dalam video investigasi di atas).

 

“Saya lihat di CCTV itu sekitar jam 22.24 WIB [motor] ke samping musala di depan rumah saya. Ya, sudah, diparkir di situ, adik saya balik lagi ke warung, memberi kunci ke saya. Sudah enggak ke mana-mana itu [motor]. Enggak ke mana-mana,” kata Rusin.

 


Cuplikan rekaman video CCTV kamera 4, terlihat motor Beat Street B 4358 FPW warna hitam milik Fikry sedang terparkir.

Kejanggalan lainnya ialah senjata tajam yang disita dan disebut dalam berkas pemeriksaan digunakan oleh Abdul untuk membacok korban. Senjata tajam disita polisi dari tempat Abdul bekerja di peternakan ayam. Dalam kronologi yang tercantum di surat dakwaan, polisi menyebut senjata tajam yang digunakan para pelaku dalam melakukan aksi pembegalan ialah sebilah celurit. Namun dalam barang bukti yang juga disita dan menjadi bukti di pengadilan, senjata tajam itu bukanlah celurit melainkan sebilah arit.

 

“Itu sempat digunakan untuk memotong rumput, tapi enggak jadi,” kata Sudarmun.

 

Menariknya, dari hasil pemeriksaan DNA yang terdapat dalam arit tersebut, polisi tidak menemukan jejak para terduga pelaku. Barang bukti berupa pakaian korban juga tidak meninggalkan jejak darah korban. Namun, hasil pemeriksaan itu tetap dijadikan barang bukti di persidangan dan terungkap bahwa hasil pemeriksaan DNA yang dilakukan Laboratorium Forensik Mabes Polri hanya menghubungkan senjata tajam tersebut kepada korban.

 

“Karena menurut berkas perkara, korban ini dibacok oleh Abdul. Barang buktinya arit, walaupun di hasil visumnya dia dibacok menggunakan celurit. Itu aneh,’ ujar Teo Reffelsen, kuasa hukum para terdakwa dari LBH Jakarta.

 

Teo meyakini, banyak kesalahan prosedur yang dilakukan Kepolisian dalam pengungkapan kasus pembegalan ini. Apalagi, dia menemukan bahwa sejak pengungkapan kasus pembegalan ini diumumkan ke publik, sampai saat ini barang bukti sepeda motor korban juga tidak ditemukan. Ia pun menambahkan bahwa sejak kasus ini diungkap, tiga telepon seluler milik terdakwa, yakni Randi, Rizky dan Fikry, juga raib dari barang bukti. Padahal, keberadaan telepon seluler itu menjadi penting untuk mengungkap keberadaan kliennya saat peristiwa pembegalan.

======

 

Catatan Tambahan:

Kepala Polsek Tambelang Ajun Komisaris Miken Fendriyati menolak memberikan penjelasan terkait perkara pembegalan ini. Sementara, Kepala Unit Reserse Kriminal Polsek Tambelang, Ipda Haryono juga tak merespons upaya yang dilakukan Narasi. Belakangan, seorang anggota Polsek Tambelang meminta Narasi untuk meminta konfirmasi tersebut kepada Polda Metro Jaya.

 

Kepala Bidang Hubungan Masyarakat Polda Metro Jaya, Komisaris Besar Endra Zulfan membantah bahwa Kepolisian keempat terdakwa menjadi korban salah tangkap. Ia juga menyanggah adanya penyiksaan yang dilakukan polisi kepada para terdakwa saat diperiksa di Polsek Tambelang.

“Hasil pendalaman yang dilakukan oleh internal Kepolisian, tidak menemukan ada salah prosedur dalam proses penanganannya,” ujar Zulfan.

 

Ia menegaskan bahwa pelaporan Kuasa Hukum terdakwa kepada Kompolnas juga tidak ditemukan adanya pelanggaran SOP yang dilakukan Kepolisian dalam menangani perkara pembegalan tersebut.

 

“Mari kita hormati proses hukum yang ada,” kata Zulfan.

 

Poengky Indarti, Komisioner Kompolnas pada 6 Februari 2022, mengatakan bahwa penyidik yang menangani perkara menolak memberikan informasi terkait dugaan penyiksaan yang dialami keempat terdakwa. Ia pun berkata, bahwa Kompolnas kemudian meminta klarifikasi ke Polda Metro Jaya dan kemudian mendapatkan jawaban bahwa polisi telah menangani pengungkapan kasus tersebut sesuai SOP.

 

Korban pembegalan, Darusman Ferdiansyah, mengaku trauma atas kejadian tersebut. Ia bahkan mengaku lupa dan menolak diwawancara oleh media terkait pembbegalan yang dialaminya. 

 

"Sudah lupa beneran, seriusan. Sudah enggak mau bahas itu lagi, mau ngelupain deh," tuturnya, dikutip dari CNN Indonesia.

#BukaMata #Begal #Narasi #JadiPaham

KOMENTAR

SELANJUTNYA

TERPOPULER