Reaksi Eks Menteri Susi dan Faisal Basri Soal Eksploitasi Nikel China di Pulau Obi

Potensi tambang Nikel di Indonesia memancing banyak investor berinvestasi di Indonesia. Salah satunya ialah Pulau Obi, yang dilakukan Harita Group. Pada Juni 2021, Menteri Koordinator dan Investasi, Luhut Binsar Panjaitan dan beberapa pejabat lainnya meresmikan smelter milik perusahaan ini di Pulau Obi. 

Diklaim sebagai energi hijau dan menjadi masa depan bagi perkembangan industri otomotif dunia, nikel bakal jadi salah satu bahan baku baterai kendaraan listrik. Karenanya, Indonesia getol mempromosikan potensi tambang itu kepada para investor. Termasuk saat Presiden Joko Widodo termasuk Luhut Binsar Panjaitan saat bertemu bos Tesla, Elon Musk. 

Tapi di balik potensi tambang itu, ada sejumlah masalah yang bakal dihadapi Indonesia. Salah satunya ialah dampak lingkungan yang bakal menyisakan kerusakan yang tak berkesudahan. Seperti temuan kami di Pulau Obi, perairan laut di sana sudah terkandung limbah logam berat yang diduga dibuang perusahaan ke laut. Hal ini juga dikuatkan dengan hasil temuan dari ikan-ikan yang kami bawa ke laboratorium. 

Harita telah membantah temuan kami. Mereka bilang bahwa perusahaan tidak membuang limbah ke laut, sebagaimana temuan kami terkait pipa pembuang limbah yang arahnya menuju ke laut dan berasal dari perusahaan.

“Kami kurang memahami temuan dimaksud. Sesuai dengan namanya, teknologi hidrometalurgi yang digunakan perusahaan dalam pengolahan dan pemurnian bijih nikel kadar rendah menggunakan banyak air dalam semua prosesnya. Bisa jadi pipa tersebut adalah pipa yang digunakan sebagai water intake untuk mengambil air dari laut dan bukan pipa untuk membuang limbah,” tulis Harita dalam jawaban tertulisnya kepada Narasi. 

Harita mengklaim baru mendapat izin membuang limbah ke darat pada tahun 2021. 

“Saat ini proses perizinan tidak dilanjutkan karena Perusahaan menempatkan sisa hasil proses di bekas tambang di darat dan telah mendapatkan izin dari KLHK RI pada tahun 2021.” kata mereka melanjutkan. 

Ini isi surat respons dari Harita kepada Narasi.
 

1. Seberapa besar komitmen Harita menjaga lingkungan di area sekitar tambang dan pabrik di Pulau Obi serta bagaimana Harita mengelola limbah sebelum dibuang? 

Harita Nickel merupakan perusahaan nasional yang bergerak dalam bidang usaha pertambangan nikel di Desa Kawasi, Kecamatan Obi, Kabupaten Halmahera Selatan, Provinsi Maluku Utara yang telah beroperasi sejak Tahun 2010. Pada tanggal 17 November 2020 Harita Nickel ditetapkan sebagai Proyek Strategis Nasional berdasarkan Perpres No.109 Tahun 2020. Harita Nickel adalah perusahaan Indonesia dan tunduk pada peraturan perundangan yang berlaku di Indonesia. Izin Lingkungan serta izin pengelolaan lingkungan hidup dimiliki perusahaan sebelum beroperasi dan melaksanakan rencana pengelolaan dan pemantauan lingkungan yang ditetapkan pemerintah dan melaporkan pada pemerintah. Realisasi komitmen perusahaan ditunjukkan dengan taat dalam pengelolaan dan pemantauan lingkungan dengan memenuhi ketentuan dalam Rencana Pengelolaan Lingkungan Hidup (RKL) dan Rencana Pemantauan Lingkungan Hidup (RPL) yang telah ditetapkan mulai pada pra-konstruksi, konstruksi, operasi dan nantinya pasca operasi. Kami juga telah memiliki Izin-izin serta Persetujuan Teknis dari pemerintah untuk pengelolaan sisa hasil proses atau limbah, dimana sisa hasil proses ini dikelola terlebih dahulu, dan dilepaskan ke lingkungan dengan memenuhi Baku Mutu yang ditetapkan, dan dilaporkan berkala ke Pemerintah. Instansi pemerintah terkait lingkungan hidup dan pertambangan juga melakukan inspeksi dan pengawasan baik dari tingkat pusat, provinsi dan kabupaten atas kegiatan pelaksanaan pemantauan dan pengelolaan lingkungan hidup kami. 

2. Temuan kami di lapangan, ada limpahan dan limbah pabrik dari Harita mengalir melalui Sungai Todoku, Sungai Akelemo, bisa dijelaskan. Apakah Harita memang membuang limpasan dan limbah melalui sungai di Pulau Obi? 

Perusahaan tidak melakukan pembuangan limbah tanpa izin dan tanpa pengolahan limbah. Sisa hasil proses tidak ditempatkan di sungai Toduku maupun sungai Akelamo, namun di lahan bekas Tambang (mine out) dalam bentuk dry tailings sesuai dengan Persetujuan Teknis dan Surat Kelayakan Operasional (SLO) dari Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) RI. Persetujuan Teknis merupakan ketentuan mengenai standar Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup dan/atau analisis mengenai dampak lalu lintas Usaha dan/atau Kegiatan sesuai peraturan perundangan. Sementara Surat Kelayakan operasional memuat pernyataan pemenuhan mengenai standar Perlindungan dan pengelolaan Lingkungan Hidup Usaha dan/atau Kegiatan sesuai dengan ketentuan peraturan perundangan. 

3. Temuan kami yang lain ialah, selain melalui sungai, ada satu titik tak jauh dari Pelabuhan perusahaan semacam aliran pipa berisi limbah yang muasalnya dari Harita. Bisa dijelaskan apakah ini adalah pipa limbah yang memang dipasang Harita? 

Kami kurang memahami temuan dimaksud. Sesuai dengan namanya, teknologi hidrometalurgi yang digunakan perusahaan dalam pengolahan dan pemurnian bijih nikel kadar rendah menggunakan banyak air dalam semua prosesnya. Bisa jadi pipa tersebut adalah pipa yang digunakan sebagai water intake untuk mengambil air dari laut dan bukan pipa untuk membuang limbah. 

4. Apa kelanjutan dari proses perizinan tailing di laut dalam yang diajukan Harita? 

Saat ini proses perizinan tidak dilanjutkan karena Perusahaan menempatkan sisa hasil proses di bekas tambang di darat dan telah mendapatkan izin dari KLHK RI pada tahun 2021. Demikian konfirmasi dan jawaban ini kami sampaikan untuk digunakan sebagaimana mestinya.

KOMENTAR

SELANJUTNYA

TERPOPULER