Kontroversi Kenaikan Biaya Haji, Presiden Ingatkan Keputusan Belum Final

24 Januari 2023 16:01 WIB

Narasi TV

Jemaah haji mengelilingi Ka'bah dan berdoa di Masjidil Haram menjelang ibadah haji tahunan, di kota suci Mekkah, Arab Saudi, 6 Juli 2022. REUTERS/Mohammed Salem

Penulis: Elok Nuri

Editor: Rizal Amril

Kontroversi kenaikan biaya haji setelah Menteri Agama, Yaqut Cholil Qoumas, menyampaikan usulan meningkatkan biaya haji yang dibebankan pada jemaah.

Usulan tersebut dilontarkan Menteri Agama Yaqut Cholil Qoumas dalam Rapat Kerja dengan Komisi VIII DPR di Kompleks MPR/DPR, Jakarta, pada Kamis (19/01/2023).

Yaqut mengusulkan rata-rata Biaya Penyelenggaraan Ibadah Haji (BPIH) yang dibebankan untuk setiap jemaah nantinya akan menjadi Rp98 juta. 

“Tahun ini pemerintah mengusulkan rata-rata BPIH per jemaah sebesar Rp98.893.909, ini naik sekitar Rp514 ribu dengan komposisi Bipih [Biaya Perjalanan Ibadah Haji] Rp69.193.733 dan nilai manfaat sebesar Rp29.700.175 juta atau 30 persen," ujar Menteri Agama.

Biaya Bipih yang diusulkan tersebut naik dua kali lipat dibandingkan biaya pada 2018 sampai 2020 lalu yang berkisar Rp35 juta.

Menurut keterangan Yaqut, kenaikan ini diperlukan sebagai upaya menjaga keberlangsungan dana dan nilai manfaat untuk masa depan.

Selama ini, kata Yaqut, biaya haji yang dibayarkan jemaah jauh lebih murah karena mendapat subsidi dari pemerintah. Tahun 2023 ini subsidi dikurangi dari 40,54 persen menjadi 30 persen.

Pemerintah tidak hanya mengusulkan kenaikan biaya haji tapi juga mengusulkan penurunan biaya hidup (living cost) bagi jamaah yang awalnya SAR1.500 menjadi SAR1.000 atau setara Rp4.080.000.

"Living cost tahun 2022 disepakati 1.500 riyal dan tahun ini kami mengusulkan untuk dibayarkan sebesar 1.000 riyal dengan pertimbangan jemaah haji sudah menerima layanan akomodasi, konsumsi, dan transportasi selama mereka berada di Arab Saudi," ujar Yaqut

Mengutip laman Antara, Ketua Komnas Haji dan Umrah, Mustolih Siradj, menyampaikan bahwa kenaikan biaya haji ini tidak bisa dihindari karena adanya kenaikan di berbagai komponen baik itu di Arab Saudi ataupun di Tanah Air.

"Biaya angkutan udara karena avturnya juga naik, hotel, pemondokan, transportasi darat, catering, obat-obatan, alkes dan sebagainya, belum lagi pengaruh inflasi, sehingga biaya haji mesti beradaptasi atas situasi tersebut," kata Mustolih.

Usulan dinilai memberatkan

Meskipun belum bersifat final, sejumlah pihak mengkritisi usulan pemerintah untuk menaikkan biaya haji tahun ini.

Ketua Komisi V DPRD Nusa tenggara Barat, Lalu Hadrian Irfani, menilai usulan tersebut memberatkan masyarakat.

"Kami memandang usulan pemerintah terlalu signifikan kenaikannya, pastinya jamaah terlalu berat melunasinya," ujarnya dikutip dari Antara.

Lalu Hadrian juga menyatakan bahwa Komisi V DPRD NTB akan bersurat ke DPR RI agar usulan tersebut dibahas dengan detail.

Selain Lalu Hadrian, Ketua Fraksi PAN di DPR RI, Saleh Partaonan Daulay, juga mengkritisi usulan tersebut. Menurutnya, usulan kenaikan biaya haji tidak bijak.

Menurut Saleh, masyarakat yang baru saja merasakan pandemi Covid-19 yang melandai masih berusaha menggulirkan lagi roda ekonominya, sehingga kenaikan biaya haji dinilai akan memberatkan.

"Berdasarkan pemetaan penggunaan anggaran dan juga situasi terkini masyarakat, usulan kenaikan BPIH 2023 dinilai sangat tidak bijak," kata Saleh dikutip dari Suara.com.

Sementara itu Marwan Dasopang, Politikus PKB menilai kenaikan rencana biaya haji tahun 2023 tersebut terlalu mendadak karena mayoritas calon jemaah haji harus menabung bertahun-tahun dan angka yang diusulkan cukup besar.

Menanggapi pro dan kontra yang terjadi pasca pengusulan kenaikan biaya haji, Presiden Joko Widodo menegaskan bahwa usulan tersebut belum bersifat final.

Joko Widodo menjelaskan bahwa usulan kenaikan biaya haji masih akan dibahas lebih lanjut dengan DPR RI sebelum disahkan.

"Belum final sudah ramai. Masih dalam proses kajian, masih dalam proses kalkulasi," kata Presiden Joko Widodo usai meninjau proyel Sodetan Kali Ciliwung di Jakarta, Selasa (24/01), dikutip dari Suara.com.

Dinaikkan ketika Arab Saudi menurunkan biaya haji

Usulan kenaikan biaya haji 1444 H/2023 M diusulkan Menteri Agama ketika Pemerintah Arab Saudi baru saja menetapkan penurunan biaya penyelenggaraan haji sebesar 30 persen.

Melansir laman resmi Kemenag.go.id, penurunan biaya penyelenggaraan haji oleh Pemerintah Arab Saudi tersebut berlaku untuk paket layanan haji Armuzna/Masyair, yaitu layanan dari 8 hingga 12 Zulhijjah di Arafah, Muzdalifah, dan Mina.

Penurunan tersebut telah dikonfirmasi oleh Dirjen Penyelenggaraan Haji dan Umrah, Hilman Latief, melalui situs resmi Kemenag.

"Tahun lalu paket layanan haji (Masyair) 2022 sebesar SAR5.656,87. Alhamdulillah tahun ini selain turun, Kemenag berhasil negosiasi hingga menjadi SAR4.632,87. Turun sekitar SAR1.024 atau 30%," kata Hilman.

Untuk penyelenggaraan Armuzna atau Masyair pada tahun 1444 H/2023 M, Pemerintah Arab Saudi menetapkan empat paket layanan sebagai berikut:

  1. Mulai SAR10.596 - SAR11.841 (Rp43 juta - Rp48 juta),
  2. Mulai SAR8/092 - SAR8.458 (Rp33 juta - 34,5 juta),
  3. Mulai SAR13.150 (Rp53,6 juta).
  4. Mulai SAR3.984 (Rp16 juta) tanpa layanan Mina, hanya akomodasi di Arafag dan Muzdalifah.

Akan tetapi, meski terdapat penurunan biaya penyelenggaraan haji, Hilman menjelaskan bahwa kenaikan biaya haji masih rasional.

Menurutnya, BPIH tidak hanya mencakup paket layanan haji semata. Usulan besaran BPIH yang diusulkan tersebut termasuk pula akomodasi, konsumsi, dan transportasi selama di Jeddah, Makkah, dan Madinah.

"Di luar Masyait, masa tinggal jemaah sekitar 30 hari, baik di Makkah maupun Madinah," kata Hilman dalam siaran pers Kemenag.

Selain itu, kenaikan BPIH juga didasarkan pada fluktuasi kurs Dolar Amerika (USD) dan Riyal (SAR).

NARASI ACADEMY

TERPOPULER

KOMENTAR