3 Stereotip Atas Perempuan dan Dampak Negatifnya Terhadap Kepercayaan Diri

12 Mar 2023 11:03 WIB

thumbnail-article

Bahaya stereotype social media (Freepik)

Penulis: Nuha Khairunnisa

Editor: Indra Dwi Sugiyanto

Anggapan yang mengkotak-kotakan antara laki-laki dan perempuan masih mengakar kuat di tengah masyarakat. Sebagai contoh, perempuan dituntut untuk bersikap lemah lembut, sementara laki-laki haruslah kuat dan tegas. Ekspektasi-ekspektasi semacam ini merupakan bagian dari stereotip gender. 

Mengutip Office of the United Nations High Commissioner for Human Rights (OHCHR), stereotip gender merupakan generalisasi atas pandangan atau prakonsepsi tentang atribut atau karakteristik, atau peran yang sedang atau seharusnya dilakukan oleh perempuan dan laki-laki. 

Stereotip gender menjadi berbahaya jika keberadaannya sampai membatasi kapasitas seseorang untuk mengembangkan kemampuan personalnya, serta menghambat dalam mengejar karir profesional dan pilihan hidup.

Ragam stereotip atas perempuan yang masih kerap dijumpai

Di antara banyaknya stereotip gender, beberapa yang cukup sering dijumpai antara lain:

  1. Perempuan harus menikah dan punya anak 

Tuntutan menikah dan memiliki anak bagi perempuan kerap kali dikaitkan dengan narasi soal fitrah perempuan untuk mengandung dan melahirkan. 

Stereotip ini diperparah dengan adanya pandangan ideal terkait usia menikah bagi perempuan. Perempuan yang tidak kunjung menikah biasanya akan dicap ‘tidak laku’. Sementara itu, perempuan menikah yang tak kunjung punya momongan akan terus-menerus dicecar pertanyaan, “kapan punya anak?”

Dengan segala tuntutan atas fungsi reproduksinya, perempuan seolah tidak memiliki kuasa untuk mengatur tubuhnya sendiri.

  1. Perempuan emosional, laki-laki rasional

Terdapat stereotip tentang perbedaan kemampuan kognitif antara laki-laki dan perempuan. Laki-laki dianggap sebagai makhluk rasional sehingga lebih cocok menjadi pemimpin. Sementara itu, perempuan selalu dikaitkan dengan sifat emosional sehingga kemampuan kepemimpinannya diragukan.

Karena rasionalitasnya, laki-laki juga dianggap cocok berkarir di bidang eksak, sementara sisi emosional perempuan membuatnya dianggap cocok terjun di bidang seni dan humaniora. 

Pengkotak-kotakan ini tentunya merugikan baik bagi laki-laki maupun perempuan, sebab kesempatan atas pendidikan dan pekerjaan seolah menjadi terbatas.

  1. Perempuan selalu benar

Meski terdengar seperti pujian, anggapan ini sebenarnya punya tendensi untuk membungkam hak berpendapat perempuan. Ungkapan ‘perempuan selalu benar’ umumnya digunakan ketika perempuan menyampaikan pendapat yang berbeda dengan lawan bicaranya.

Alih-alih menerima argumen tersebut atau menanggapinya dengan bantahan yang berdasar, perempuan justru disuruh berhenti bicara dengan embel-embel bahwa apa yang disampaikannya sudah pasti benar, sehingga diskusi otomatis berhenti. 

Dampak buruk stereotip gender bagi perempuan

Stereotip atas perempuan memiliki berbagai dampak negatif. WMNLyfe, sebuah inisiatif dari Narasi yang berfokus pada perempuan, menjumpai bahwa stereotip atas perempuan yang beredar di media sosial berdampak pada menurunnya kepercayaan dan keberhargaan diri pada perempuan.

Tuntutan bagi perempuan untuk membangun keluarga dapat membuat perempuan mempertanyakan kembali pentingnya memiliki pendidikan yang tinggi dan karier yang cemerlang, jika pada akhirnya toh ia akan mengurus suami dan anak di rumah.

Sementara itu, stempel sebagai makhluk yang emosional membuat perempuan sulit mengapresiasi kemampuan diri dan merasa tidak mampu bersaing dengan laki-laki, terutama dalam urusan-urusan praktis. Akibatnya, banyak perempuan yang tidak berani mencoba hal-hal baru. 

Anggapan bahwa ‘perempuan selalu benar’ pun membawa dampak yang tak kalah merugikan. Stereotip ini membuat perempuan tidak percaya diri untuk menyampaikan pemikirannya secara terbuka karena merasa pendapatnya dianggap kecil, tidak penting, dan tidak akan dihargai. 

Mencintai diri sendiri dengan mendobrak stereotip gender

Mendobrak stereotip gender merupakan pekerjaan rumah bagi kita bersama. Dengan menyadari adanya pandangan-pandangan yang bias gender, perempuan diharapkan dapat lebih berdaya dan memiliki kesempatan yang lebih luas. 

Oleh karena itu, Narasi membuat gerakan yang mengajak perempuan untuk lebih mencintai dirinya, menjadi pribadi yang toleran, dan menyadari bahwa diri mereka berharga.

Melalui kegiatan Indonesia Butuh Anak Muda Seri Perempuan: Terima Kasih Diri yang akan diselenggarakan pada Sabtu, 18 Maret 2023 di Chillax, Sudirman, Jakarta Pusat, Narasi mengajak anak muda untuk bersama-sama lebih peduli terhadap isu-isu yang berkaitan dengan perempuan. 

Indonesia Butuh Anak Muda Seri Perempuan: Terima Kasih Diri akan menghadirkan berbagai aktivasi kamu nikmati, mulai dari Ruang Inspirasi (Instalasi Seni), Ruang Berbagi (Talkshow), serta Ruang Rasa (Music Performance) sebagai wadah untuk mengekspresikan diri.

Penasaran? Yuk, segera daftarkan dirimu di sini, ya! 

Sampai jumpa!

Apa Komentarmu?

Tulis komentar

ARTIKEL TERKAIT

VIDEO TERKAIT

KOMENTAR

Latest Comment

Belum ada komentar

Jadilah yang pertama mengirimkan komentar untuk bertukar gagasan dengan pengguna lainnya

TERPOPULER