Apa Itu Anti-Semitisme dan Bedanya dengan Anti-Zionis?

4 Desember 2023 06:12 WIB

Narasi TV

Demonstran mengambil bagian dalam protes antisemitisme di luar markas Partai Buruh di pusat kota London, Inggris 8 April 2018. REUTERS/Simon Dawson

Penulis: Moh. Afaf El Kurniawan

Editor: Rizal Amril

Anti-Semitisme adalah bentuk prasangka yang menargetkan orang-orang Yahudi, mencakup sikap negatif, stereotipe merendahkan, diskriminasi, atau tindakan kekerasan terhadap individu atau kelompok berdasarkan identifikasi agama atau etnis mereka sebagai Yahudi.

Anti-Semitisme berasal dari dua kata Yunani, "anti" yang berarti "melawan" dan "Semit," merujuk pada kelompok etnis yang termasuk orang Yahudi.

Pada dasarnya, ini adalah bentuk diskriminasi atau kebencian yang ditujukan secara spesifik kepada komunitas Yahudi.

Prasangka ini dapat muncul dalam berbagai bentuk, termasuk retorika diskriminatif, tindakan diskriminatif, dan bahkan kekerasan fisik.

Sejarah anti-Semitisme

Sejarah anti-Semitisme sangat panjang, dan mencakup periode dari Abad Pertengahan hingga modern.

Salah satu bab tergelap dalam sejarah anti-Semitisme terjadi selama masa Pemerintahan Nazi di Jerman pada tahun 1930-an dan 1940-an.

Kebijakan dan tindakan anti-Semitisme yang diterapkan oleh rezim Nazi menyebabkan terjadinya peristiwa Holocaust, yang mengakibatkan kematian jutaan orang Yahudi.

Dampak traumatis dari peristiwa ini masih dirasakan secara mendalam dalam masyarakat Yahudi dan komunitas internasional.

Manifestasi anti-Semitisme modern

Meskipun Holocaust menjadi titik balik dalam kesadaran internasional tentang kekejaman anti-Semitisme, perasaan anti-Yahudi masih ada dalam bentuk-bentuk modern.

Hal ini dapat ditemukan dalam bentuk retorika online yang merendahkan, tindakan vandalisme terhadap tempat ibadah Yahudi, dan kebijakan diskriminatif di beberapa wilayah.

Peningkatan perhatian terhadap masalah ini mendorong upaya keras untuk menghentikan dan mengatasi anti-Semitisme di seluruh dunia.

Dampak anti-Semitisme

Anti-Semitisme tidak hanya merugikan secara emosional dan psikologis bagi individu dan komunitas Yahudi, tetapi juga merusak kesehatan masyarakat secara keseluruhan.

Pada tingkat ekstrim, prasangka ini dapat memicu tindakan kekerasan dan bahkan genosida, seperti yang terjadi selama Holocaust.

Oleh karena itu, penentangan terhadap anti-Semitisme adalah bagian integral dari upaya melindungi hak asasi manusia dan mendorong nilai-nilai inklusivitas.

Upaya melawan anti-Semitisme

Banyak organisasi dan individu bekerja keras untuk melawan anti-Semitisme. Inisiatif pendidikan, dialog antaragama, dan kampanye kesadaran di seluruh dunia.

Upaya tersebut bertujuan untuk mengubah pandangan masyarakat dan menciptakan lingkungan yang lebih toleran dan menghargai keberagaman.

Perlawanan terhadap paham anti-Semitisme dilakukan untuk menjamin kebebasan individu untuk memeluk agama dan keyakinannya masing-masing tanpa ancaman kekerasan.

Hak tersebut merupakan salah satu hak dasar dalam Hak Asasi Manusia (HAM).

Perbedaan anti-Semitisme dan anti-Zionisme

Dalam perkembangannya, anti-Semitisme seringkali melebur dengan anti-Zionisme. Meskipun keduanya memiliki dasar yang berbeda, namun masih banyak yang sering menyamakan keduanya.

Jika anti-Semitisme adalah prasangka dan permusuhan terhadap orang penganut Yahudi, anti-Zionisme merupakan sikap politik tidak sepakat dengan pendirian negara Israel yang dilakukan oleh gerakan Zionis.

Zionis sendiri merupakan sebuah gerakan politik yang didirikan oleh Theodor Herzl. Misi utama gerakan Zionis adalah menghimpun orang-orang Yahudi untuk mendirikan negara sendiri di tanah Palestina.

Pendirian Zionis sebagai gerakan politik didasari pada anti-Semitisme yang berkembang luas di Eropa sejak abad pertengahan. Ide untuk membentuk sebuah negara khusus Yahudi kemudian mendapatkan tempat dan dukungan internasional terutama pasca peristiwa Holocaust. 

Akan tetapi, ide membuat negara Israel menjadi bermasalah karena tanah yang diklaim dimiliki kaum Yahudi oleh Zionis merupakan tanah yang telah ditinggali oleh rakyat Palestina.

Untuk mencapai tujuannya, Zionis kemudian mencaplok tanah yang telah ditinggali publik Palestina dan mengklaim sebagai milik mereka.

Hal tersebut kemudian membuat wilayah Palestina dilanda konflik berkepanjangan. Salah satu peristiwa bersejarah dalam konflik tersebut adalah peristiwa Nakba pada 1948.

Anti-Zionis kemudian berkembang sebagai sikap politik untuk menolak pendudukan Israel di tanah Palestina tersebut karena mengganggap Zionis, melalui Israel, telah melakukan penjajahan dan membuat pemukiman ilegal di wilayah Palestina.

NARASI ACADEMY

TERPOPULER

KOMENTAR