Delapan Elite Parpol Tolak Sistem Pemilu Tertutup, Ini Sejarah Sistem Pemilu di Indonesia

9 Jan 2023 23:01 WIB

thumbnail-article

null

Penulis: Rahma Arifa

Editor: Akbar Wijaya

Wacana perubahan sistem penetapan calon anggota legislatif dari proporsional terbuka menjadi proporsional tertutup ditanggapi serius oleh delapan dari sembilan partai politik di DPR.

Ahad (8/1/2023) lalu para elite partai politik menggelar pertemuan di Hotel Dharmawangsa, Jakarta. Mereka ialah:

  • Ketua Umum Partai Golkar Airlangga Hartarto.
  • Ketua Umum PKB Muhaimin Iskandar.
  • Ketua Umum PKS Ahmad Syaikhu.
  • Ketua Umum PAN Zulkifli Hasan.
  • Wakil Ketua Umum Partai Nasdem Ahmad Ali dan Sekretaris Jenderal Partai Nasdem Johnny G. Plate
  • Wakil Ketua Umum PPP Amir Uskara.

Partai Gerindra yang tidak hadir dalam acara menyatakan mendukung kesepakatan yang dihasilkan.

Apa isi kesepekatannya?

Ada lima poin kesepakatan yang dibacakan Ketua Umum Partai Golkar Airlangga Hartarto:

  • Menolak sistem proporsional tertutup dan memiliki komitmen untuk menjaga demokrasi Indonesia sejak reformasi. Sistem proporsional tertutup merupakan kemunduran sedangkan sistem proporsional terbuka merupakan bentuk perwujudan kedaulatan rakyat.
  • Sistem proporsional terbuka pilihan tepat sesuai putusan MK No. 22-24/PUU-VI/2008 pada 23 Desember 2009. Sistem tersebut juga telah diterapkan tiga kali pemilu.
  • KPU tetap menjalankan tugas penyelenggaraan pemilu dengan menjaga netralitas dan independensi yang telah diatur Undang-Undang.
  • Mengapresiasi pemerintah dan KPU yang telah menganggarkan Pemilu 2024 dan juga KPU agar menjalankan tahapan pemilu sesuai kesepakatan.
  • Berkomitkan untuk berkompetisi dalam Pemilu 2004 secara sehat dan damai serta menjaga stabilitas politik, keamanan dan ekonomi.

Sebelumnya, delapan fraksi di DPR kecuali PDI Perjuangan juga sudah menandatangani surat yang meminta Mahkamah Konstitusi (MK) mempertahankan sistem pemilihan proporsional terbuka.

Sistem Pemilu dari Masa ke Masa

Dalam sejarah terdapat dua sistem yang pernah diberlakukan dalam pemilu di Indonesia, yakni sistem proporsional tertutup dan terbuka.

Sistem proporsional tertutup artinya masyarakat hanya mencoblos logo partai di surat suara karena memang di dalamnya tidak terdapat daftar caleg.

Anggota legislatif dalam sistem pemilihan tertutup ditunjuk oleh partai yang memenuhi syarat kuota pembagian kursi di masing-masing daerah perwakilan atau pemilihan.

Sistem proporsional tertutup tertuang dalam UU No. 4 Tahun 1975 yang mempertegas UU No. 15 Tahun 1969 soal mekanisme pemilihan berdasarkan “nama dan tanda gambar organisasi”.

UU No. 4 Tahun 1975 dalam Pasal 17 ayat (4) poin (d) ditulis:

“Sistem Pemilihan Umum yang menggunakan stelsel daftar, yaitu pemilih tidak memilih orang tetapi memilih organisasi, sehingga sesuai organisasi yang sebenarnya tidak dikehendaki untuk dipilih dalam hal ini kemungkinan akan memperoleh tambahan suara.”

Sistem pemilu proporsional tertutup diberlakukan dalam sejumlah pemilu seperti:

  • Pemilu 1955 yang diikuti oleh 18 partai politik untuk memilih anggota DPR serta anggota konstituante pada 29 September dan 25 Desember 1955.
  • Pemilu 1971 yang diikuti oleh 10 partai politik dari 1 organisasi masyarakat. Hasilnya, Golkar meraih suara tertinggi disusul oleh NU, PNI dan Parmusi.
  • Pemilu 1977, 1982, 1987, 1992, 1997 yang diikuti oleh tiga peserta: PPP, Golkar, dan PDI.
  • Pemilu 1999 diikuti 48 partai politik masih menggunakan sistem proporsional tertutup.

Sistem Proporsional Semi Terbuka

Indonesia menganut sistem proporsional semi terbuka pada Pemilu 2004. Artinya meskipun pemilih sudah bisa mencoblos langsung daftar nama calon anggota legislatif, namun apabila tidak ada satu pun caleg yang memenuhi syarat bilang pembagi pemilih, maka kursi legislatif diberikan kepada nomor caleg nomor urut teratas dan seterusnya.

Sistem Pemilu 2004 diatur dalam UU No. 12 tahun 2003 tentang Pemilu yang mencabut ketentuan dalam UU No. 3 Tahun 1999. Pasal 6 (1) menyatakan pemilu untuk memilih anggota DPR, DPRD Provinsi dan DPRD Kabupaten/Kota dilaksanakan dengan sistem proporsional dengan daftar calon terbuka.

Terdapat 24 partai politik yang menjadi perserta Pemilu 2004. Di Pemilu 2004 pula untuk pertama kalinya Presiden dan Wakil Presiden dipilih secara langsung oleh rakyat, bukan MPR.

Pilpres dilaksanakan dua putaran antara Megawati-Hamzah Has dengan Susilo Bambang Yudhoyono dan Jusuf Kalla yang berakhir dengan kemenangan Yudhoyono-Kalla.

Sistem Proporsional Terbuka

Model sistem proporsional semi terbuka diubah menjadi terbuka pada Pemilu 2009 yang kemudian berlaku juga untuk Pemilu 2014, dan Pemilu 2019.

Dalam sistem ini penetapan calon terpilih untuk pertama kali hanya didasarkan pada perolehan suara terbanyak. Sehingga nomor urut calon anggota legislatif tidak lagi terlalu berpengaruh terhadap potensi perolehan kursi caleg di parlemen.

 

Apa Komentarmu?

Tulis komentar

ARTIKEL TERKAIT

VIDEO TERKAIT

KOMENTAR

Latest Comment

Belum ada komentar

Jadilah yang pertama mengirimkan komentar untuk bertukar gagasan dengan pengguna lainnya

TERPOPULER