Keluarga Tanoesoedibjo Maju Caleg, Bagaimana Dinasti Politik Membahayakan Demokrasi?

5 September 2023 14:09 WIB

Narasi TV

Pasangan Hary dan Liliana Tanoesoedijo bersama dua dari lima anak mereka. Sumber: akun Instagram @liliana_tanoedoedibjo.

Penulis: Rusti Dian

Editor: Margareth Ratih. F

Belakangan ini, publik diramaikan dengan dinasti politik keluarga Hary Tanoesoedibjo. Pasalnya, satu keluarga Hary Tanoe kompak maju sebagai calon anggota legislatif (caleg) DPR RI pada Pemilu 2024 mendatang.

Hal ini terungkap usai Komisi Pemilihan Umum (KPU) merilis daftar caleg sementara (DCS) Pemilu 2024 pada Kamis (24/8/2023) lalu. Di sana terlihat keluarga Hary Tanoe kompak maju caleg melalui Partai Perindo.

Berikut daerah pemilihan (dapil) dari masing-masing anggota keluarga Hary Tanoe:

  • Hary Tanoesoedibjo: Dapil Banten III
  • Liliana Tanoesoedibjo (istri): Dapil DKI Jakarta II
  • Angela Tanoesoedibjo (anak pertama): Dapil Jatim I
  • Valencia Tanoesoedibjo (anak kedua): Dapil Jakarta III
  • Jessica Tanoesoedibjo (anak ketiga): Dapil NTT II
  • Clarissa Tanoesoedibjo (anak keempat): Dapil Jawa Barat I
  • Warren Tanoesoedibjo (anak kelima): Dapil Jawa Tengah I

Ketua DPP Bidang Politik Partai Perindo, Yusuf Lakaseng menyebut keluarga Hary Tanoesoedibjo berkompeten sehingga memenuhi syarat untuk maju sebagai bakal caleg. Apalagi mereka adalah tokoh publik dengan latar belakang pendidikan yang mumpuni.

“Mereka secara kompetensi dan kapasitas sangat memenuhi syarat, pendidikan mereka bagus, mereka tokoh publik, itu bisa dilihat dari jumlah followers media sosial mereka,”ujar Yusuf pada Kamis (24/8/2023) dilansir dari CNNIndonesia.

Partai Perindo mengusung 580 nama dalam DCS di 84 daerah pemilihan. Mereka memenuhi 100% dari jumlah kursi di setiap dapil. Di satu sisi, Partai Perindo juga mendukung pencalonan Ganjar Pranowo sebagai capres pada Pilpres 2024.

Fenomena setiap pemilu

Peneliti Forum Masyarakat Peduli Parlemen Indonesia (Formappi) Lucius Karus menyebut dinasti politik adalah fenomena yang terjadi setiap pemilu. Para pembuat undang-undang pun tak pernah membuat rekomendasi atau memastikan agar dinasti politik tak terjadi lagi.

Ia mencontohkan juga bagaimana trah Yudhoyono yang maju melalui Partai Demokrat. Trah ini dinahkodai oleh Susilo Bambang Yudhoyono (SBY). 

Rombongan keluarga yang maju caleg ini adalah akibat kepengurusan dan keanggotaan partai politik yang memberi keistimewaan pada kader yang dekat dengan ketua umum. Hal ini agar praktik menyimpang bisa dikendalikan.

“Ini semua bisa dijelaskan karena oligarki partai yang belum juga berubah. Jadi politik dinasti itu sudah menjadi satu hal yang tak terelakkan,”ujar Lucius pada Jumat (25/8/2023) dilansir dari Kompas.

Mimpi buruk bagi publik

Lucius menegaskan bahwa adanya dinasti politik ini menjadi hal buruk bagi kepentingan publik. Pasalnya, kekuasaan yang dikendalikan oleh kekerabatan dapat menimbulkan korupsi.

Dinasti politik ini juga menghambat proses kaderisasi di internal partai politik (parpol) lantaran hubungan kekerabatan yang dianggap “jalan pintas” menuju posisi strategis dalam parpol atau caleg. Akhirnya yang terjadi adalah perampasan hak politik orang lain.

Sayangnya, pelarangan terhadap politik dinasti ini juga melanggar hak politik seseorang. Hal tersebut bertentangan dengan asas demokrasi. Oleh karena itu, Mahkamah Konstitusi (MK) pun menghalalkan adanya politik dinasti melalui putusan MK Nomor 33/PUU-XIII/2015.

Politik dinasti sebenarnya bukan sistem yang tepat diterapkan negara yang demokratis. Pasalnya, setiap warga negara memiliki hak suara yang harus dijamin dan dipenuhi. Selain itu, politik dinasti juga mampu menyuburkan budaya korupsi dan kecenderungan mempertahankan kekuasaan.

NARASI ACADEMY

TERPOPULER

KOMENTAR