Pro dan Kontra Izin Ekspor Pasir Laut: Dikritik Aktivis Lingkungan, Dibela Lemhanas

15 Juni 2023 13:06 WIB

Narasi TV

Sejumlah pekerja menyedot pasir menggunakan mesin ke atas truk di kawasan pertambangan pasir rakyat di Kelurahan Birobuli Selatan, Palu, Sulawesi Tengah, Jumat (27/5/2022). Intensitas hujan yang cukup tinggi dalam sepekan terakhir ini membuat aktivitas penambangan pasir di kawasan itu menurun karena meningkatnya debit air di sungai yang menyulitkan penyedotan pasir. ANTARA/Basri Marzuki

Penulis: Dzikri N. Hakim

Editor: Akbar Wijaya

Lembaga Ketahanan Nasional (Lemhannas) menilai kebijakan ekspor pasir laut, sebagaimana diatur dalam Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 26 Tahun 2023 tentang Pengelolaan Hasil Sedimentasi Laut, tidak mengancam batas wilayah Indonesia.
 
Gubernur Lemhannas Andi Widjajanto menjelaskan Konvensi Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) tentang Hukum Laut (UNCLOS) 1982 cukup jelas mengatur mengenai batas-batas wilayah laut.
 
"Kami memahami bahwa berdasarkan UNCLOS 1982 itu tidak dimungkinkan adanya perluasan wilayah laut, karena ada pergeseran batas maritim karena pembentukan pulau-pulau artifisial," kata Andi Widjajanto seperti dikutip Antara saat jumpa pers di sela-sela acara Jakarta Geopolitical Forum Ke-7 2023 di Jakarta, Rabu (15/6/2023).
 
Andi menjelaskan PP Nomor 26 Tahun 2023 merupakan salah satu kebijakan Pemerintah untuk memastikan keamanan dan keselamatan jalur pelayaran seperti dimandatkan dalam UNCLOS 1982.
 
"Yang saya pahami dari aturan itu, paling utama tujuannya untuk mengatasi masalah sedimentasi di alur pelayaran kita. Bahwa secara global, berdasarkan UNCLOS 1982, kita harus bertanggung jawab memastikan adanya keselamatan dan kebebasan navigasi di ALKI (Alur Laut Kepulauan Indonesia) I, II, dan III; sehingga kita harus memastikan kedalaman di ALKI tersebut sesuai dengan standar global," jelasnya.
 
Oleh karena itu, lanjut Andi, pengerukan sedimentasi di laut memang diperlukan jika telah melampaui standar keamanan dan keselamatan alur pelayaran.

Berpotensi Ekonomi

Kemudian, menurut dia, pasir laut sebagai hasil dari pengerukan sedimentasi juga memiliki potensi ekonomi yang harus dimanfaatkan dan telah diatur dalam PP Nomor 26 Tahun 2023.
 
"Kita kemudian bisa punya side product berupa pasir laut yang bisa digunakan paling utama untuk kebutuhan dalam negeri dan dalam aturan tersebut, (pasir laut) baru boleh diekspor kalau memang kebutuhan dalam negerinya sudah tercukupi," kata Andi.

Kekhawatiran Para Aktivis Lingkungan

Terbitnya PP Nomor 26 Tahun 2023 tentang Pengelolaan Hasil Sedimentasi laut memantik kritik para aktivis dan pegiat lingkungan hidup. Mereka khawatir kebijakan ini memberi dampak kerusakan lingkungan yang mengganggu kepentingan masyarakat lokal.
 
"Izin penambangan pasir laut di satu sisi akan berdampak pada kegiatan perekonomian dalam rangka meningkatkan penerimaan APBN, khususnya penerimaan negara bukan pajak (PNBP). Tetapi ada juga dampak lingkungan dan sosial yang harus dipertimbangkan," kata Koordinator Penelitian Pencemaran Laut Pusat Penelitian Oseanografi (P2O) LIPI Zainal Arifin di Jakarta, Rabu (7/6/2023).
 
Zainal menyatakan penambangan sedimen pasir laut harus ditindaklanjuti dengan peraturan yang jelas dan tidak boleh mengesampingkan kepentingan masyarakat sekitar.
 
Dirinya juga menyebut wilayah-wilayah yang dijadikan lokasi sedimen penambangan pasir laut harus dinyatakan secara spesifik dan dilakukan kajian sebelum dilakukan pemberian izin penambangan pasir laut.
 
Ia mengatakan penambangan pasir laut harus memperhatikan berbagai pertimbangan, seperti tidak boleh dilakukan di pulau yang bergerak dan bisa menyebabkan erosi, juga pulau pulau kecil yang pantainya mudah mengalami abrasi.
 
"Perlu dipertimbangkan win-win solution, baik dari pelaku usaha penambangan pasir laut dan lapisan masyarakat sekitar wilayah penambangan," ujarnya.
 
Juru Kampanye Laut Greenpeace Indonesia Afdillah mengkritik keras dibukanya kembali izin ekspor pasir laut. Menurutnya, regulasi baru itu sarat akan kepentingan ekonomi alih-alih melestarikan lingkungan hidup.
 
Afdillah mengatakan pengerukan, pengisapan pasir laut untuk ekspor sudah pasti akan menghancurkan ekosistem laut.
 
“Ini adalah greenwashing ala pemerintah. Pemerintah kembali bermain dengan narasi yang seakan mengedepankan semangat pemulihan lingkungan dan keberlanjutan, tetapi nyatanya malah menggelar karpet merah untuk kepentingan bisnis dan oligarki,” ucapnya, seperti dikutip Greenpeace (29/5/2023).
 
Selain itu, aktivitas ini juga akan memicu percepatan tenggelamnya pulau-pulau kecil di sekitar wilayah yang ditambang karena mengubah kontur dasar laut yang berpengaruh pada pola arus dan gelombang laut.
 
“Ditambah lagi kerugian yang akan dialami masyarakat pesisir sebagai kelompok yang akan terdampak langsung dari perubahan ekologis akibat tambang pasir laut,” imbuhnya.
 
Manajer Kampanye Pesisir dan Laut Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (WALHI), Parid Ridwanuddin juga mengatakan bahwa PP tersebut berisiko mengurangi pulau-pulau kecil yang ada di Indonesia.
 
Sebab, sedimen pasir yang dikeruk dapat merusak ekosistem pantai dan menimbulkan abrasi.
 
“Jadi, saya kira ini PP Nomor 26 2023 ini sangat mengancam pulau-pulau kecil, terutama di Indonesia, karena Indonesia negara kepulauan, termasuk juga wilayah pesisirnya,” ungkap Parid, seperti dikutip BBC Indonesia, (31/5/2023).
 
Berdasarkan catatan WALHI, sudah ada sekitar 20 pulau-pulau kecil di sekitar Riau, Maluku, dan kepulauan lainnya yang tenggelam.
 
Angka tersebut berpotensi bertambah jumlahnya dengan adanya peraturan baru yang dikeluarkan oleh pemerintah.
 
“Kurang lebih ada 20 yang hilang. Nah, ke depan itu ada 115 pulau kecil yang terancam tenggelam di wilayah perairan Indonesia, di wilayah perairan dalam,” ujarnya.

Dilandasi Kebutuhan Reklamasi

Menteri Kelautan dan Perikanan Sakti Wahyu Trenggono mengatakan terbitnya peraturan pemerintah yang memberi izin ekspor laut didorong oleh tingginya permintaan reklamasi di dalam negeri.
 
Menurutnya jika hal ini tidak diatur maka kerusakan lingkungan akibat pengerukan pasir laut justru akan semakin parah.
 
"Salah satu hal yang akan saya sampaikan bahwa kebutuhan reklamasi dalam negeri begitu besar. Kalau ini kita diamkan, tidak diatur dengan baik, maka bisa jadi pulau-pulau diambil untuk reklamasi, atau sedimen di laut malah diambil, akibatnya kerusakan lingkungan ini yang kita jaga dan hadapi. Makanya terbit PP ini," ujarnya saat jumpa pers di Jakarta. (31/5/2023).
 
Trenggono mengatakan, proyek reklamasi bisa dilakukan asal menggunakan hasil sedimentasi laut. Penentuan sedimentasi yang bisa digunakan pun harus berdasarkan tim kajian yang dibentuk oleh pemerintah.
 
"Sedimentasi bisa digunakan, tapi ada syaratnya di dalam PP itu disebutkan, dibentuk dulu tim kajian yang terdiri dari Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK), pakar hingga dari organisasi masyarakat sipil yang nanti diatur dalam aturan teknis lewat Peraturan Menteri KKP," katanya.
 
Sekretaris Kabinet Pramono Anung mengklarifikasi bahwa aturan baru itu eksis karena sedimentasi yang terjadi di perairan RI sudah harus diangkat.
 
"Jadi yang paling utama sebenarnya bukan ekspor pasir laut, tapi problem sedimentasi karena problem sedimentasi ini hampir (terjadi) di semua sungai kita. dan itu harus diambil," kata Sekretaris Kabinet Pramono Anung, di Lapangan Udara Halim Perdanakusuma, Rabu (7/6/2023).
 
"Ketika dia (sedimentasi) diambil, dia mau dibawa kemana? apakah untuk di dalam negeri atau diperbolehkan ekspor, nanti akan diatur lebih lanjut," tambahnya.
 
Pramono mengklaim  Presiden Jokowi telah melihat kajian dari Kementerian Kelautan dan Perikanan, Kementerian ESDM, dan kementerian terkait lainnya sebelum peraturan pemerintah ini diterbitkan.
 
Izin ekspor pasir laut pernah dilarang di era Presiden Megawati Soekarnoputri melalui Kepmenperin Nomor 117 Tahun 2003 tentang Penghentian Sementara Ekspor Laut.

Jokowi beralasan dicabutnya aturan tersebut demi mencegah kerusakan lingkungan yang lebih luas berupa tenggelamnya pulau kecil.

"Yang di dalam PP itu adalah pasir sedimen, ya, pasir sedimen yang mengganggu pelayaran, yang mengganggu juga terumbu karang," kata Jokowi saat memberi arahan dalam Rapat Koordinasi Nasional (Rakornas) Pengawasan Intern Pemerintah Tahun 2023 di Jakarta, Rabu (7/6/2023).

NARASI ACADEMY

TERPOPULER

KOMENTAR