Kapolri Tawari Anak Korban Peristiwa Kanjuruhan Jadi Polisi, Pakar: Tidak Mendidik

5 Oct 2022 16:10 WIB

thumbnail-article

Kapolri Jenderal Pol. Listyo Sigit Prabowo. (Foto: Antara)

Penulis: Ani Mardatila

Editor: Ramadhan Yahya

Ratusan orang tercatat menjadi korban dari peristiwa di Stadion Kanjuruhan, Malang, Jawa Timur, pada Sabtu (1/10/2022) malam lalu. Mayoritas korban adalah orang dewasa, namun ada pula anak-anak hingga remaja yang juga tewas.

Di tengah situasi dukacita, Kapolri justru menawarkan kesempatan kepada anak dari korban untuk menjadi anggota kepolisian.

"Kalau kamu masuk polisi mau enggak?" kata Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo, pada salah seorang anak penyintas seperti dikutip dari detik.com, Minggu (2/10/2022).

Tawaran yang sama bukan hanya dari Kapolri saja. 

Kadiv Humas Polri, Irjen Dedi Prasetyo pun menyampaikan hal sama, saat berjumpa dengan Alfiansyah (11 tahun), seorang anak yang menjadi yatim piatu, akibat kedua orang tuanya meninggal dunia dalam peristiwa di Stadion Kanjuruhan.

Dedi bilang bakal menugaskan seorang Bhabinkamtibmas untuk memberikan pembinaan kepada Alfiansyah guna menggapai cita-citanya.

"Saat ditanya, adik Alfiansyah ini ingin menjadi polisi, kita akan fasilitasi dengan tetap mengedepankan profesionalisme," kata Dedi, dikutip dari Antara pada Selasa (4/10/2022).

Sementara itu, Kapolresta Malang Kota Kombes Pol Budi Hermanto menambahkan, pihaknya juga akan mempersiapkan Alfiansyah untuk menggapai cita-citanya tersebut.

Ia meminta Alfiansyah bisa menjaga kondisi fisik dan kesehatan dengan bantuan pembinaan Bhabinkamtibmas.

"Tadi Alfiansyah menyampaikan bahwa yang bersangkutan memiliki cita-cita untuk menjadi polisi. Saat ini ia masih kelas 5 SD, jadi kita harus menata, seperti kondisi fisik, kesehatan," katanya.

Dalam waktu dekat, lanjutnya, pihak Polresta Malang Kota akan melakukan koordinasi dengan keluarga Alfiansyah dan pihak sekolah untuk menjamin bahwa seluruh biaya pendidikan anak yang ditinggalkan kedua orang tuanya tersebut akan ditanggung Polri.

Soal Tawaran Ini, Pakar Kepolisian Bilang Itu Tidak Mendidik

Pakar kepolisian dari Institute for Security and Strategic Studies (ISESS), Bambang Rukminto menilai terlepas dari niat baik Polri yang patut dihargai, tetapi pemberian janji-janji dan harapan kepada penyintas tidak sesuai waktu dan tempat.

“Terlepas dari niat baik yang patut kita hargai, pola-pola pemberian janji-janji dan harapan  seperti ini tidak proporsional dan tidak mendidik dengan cara yang benar,” kata Bambang kepada Narasi pada Selasa (4/10).

Bambang menegaskan bahwa saat ini yang paling penting dilakukan oleh kepolisian adalah mengusut tuntas penyebab kematian ratusan suporter Arema dalam peristiwa Kanjuruhan. Bukan malah mengiming-imingi anak korban dengan janji.

“Rekrutmen polisi juga harus tetap mengedepankan profesionalisme, bukan belas kasihan,” lanjutnya.

Menurut Bambang, sebagai upaya rekonsiliasi, hal itu juga tidak tepat dilakukan dalam kondisi tengah berduka seperti saat ini, seolah tawaran itu bisa mengganti nyawa yang hilang dengan janji pekerjaan yang entah kapan terealisasikan.

Psikolog: Lihat Dulu Kebutuhan Anak

Sementara itu, Astrid WEN, Psikolog Anak & Keluarga (Astrid WEN) menyarankan kepolisian agar bisa melihat dahulu kondisi si anak hingga kebutuhannya.

“Yang perlu dilakukan pada penyintas perlu diberikan dahulu pemeriksaan, di-assess bagaimana kondisinya saat ini, apakah memang perlu pengecekan status kondisi psikologisnya seperti apa, lalu mungkin status kondisi medisnya seperti apa,” kata Astrid kepada Narasi, Selasa (4/10).

Pemeriksaan kondisi anak ini melibatkan assessment tidak hanya pada anak itu sendiri, tetapi juga lingkungan keluarga yang masih ada maupun sekitarnya.

“Lalu, juga di-assess kondisi support system-nya dia, sistem di mana dia dibesarkan. Setelah anak kehilangan orang tua, siapa yang berperan menjadi orang tuanya, adakah yang siap menjadi orang tuanya, adakah orang-orang yang benar-benar memperhatikan kebutuhan dia, dan apakah mereka mampu memberikan kebutuhan itu?” terang Astrid.

Menurut Astrid, penting untuk meng-assess apa yang sebenarnya diperlukan oleh anak terutama untuk saat ini, apakah misalnya dia benar-benar perlu posisi anggota polisi tersebut.

“Kan, ditawari menjadi polisi, ditawari pendidikan, misalnya dia nanti jadi polisi jadi enggak usah pusing, begitu, kan? Nah, apakah penawaran-penawaran itu bisa menjadi jawaban? Jadi, sebenarnya kalau kita memberikan pertolongan, [harusnya] kita memberikan pertolongan yang tepat.”

Astrid juga menambahkan bahwa ketika sudah melakukan assessment nanti bisa dilihat apakah ada trauma, dan seperti apa traumanya. Di sisi lain, menurutnya anak memiliki kebutuhannya tersendiri yang mesti didengar lebih dulu.

“Kita pikir karena kita sebagai orang dewasa kita tahu apa kebutuhannya. Tapi, anak sebenarnya juga punya suara dan walaupun mungkin kebutuhannya kurang bernilai, tapi penting sekali kita mendengarkan dia terlebih dahulu."

"Bagaimana, sih, sebenarnya pikirannya dia, perasaannya dia, kemudian apa yang dia perlukan? Jadi penting sekali kita memetakan kebutuhan terlebih dahulu untuk kemudian kita bisa berikan pertolongan,” ucap Astrid.

 

Apa Komentarmu?

Tulis komentar

ARTIKEL TERKAIT

VIDEO TERKAIT

KOMENTAR

Latest Comment

Belum ada komentar

Jadilah yang pertama mengirimkan komentar untuk bertukar gagasan dengan pengguna lainnya

TERPOPULER