Koalisi Masyarakat Sipil Minta Komisioner Bermasalah di KPU Harus Diberhentikan, Ini Alasannya

19 Jan 2023 12:01 WIB

thumbnail-article

Komisioner KPU Hasyim Asyari dan Presiden Indonesia Joko Widodo. Foto Sekretariat Kabinet RI

Penulis: Rahma Arifa

Editor: Akbar Wijaya

Sejumlah komisioner Komisi Pemilihan Umum (KPU) Pusat menjadi sorotan usai dugaan kecurangan terkait verifikasi faktual partai politik peserta Pemilu 2024 dibeberkan Koalisi Masyarakat Kawal Pemilu Bersih di DPR RI, Rabu (11/1/2023).

Dalam bukti-bukti yang dibeberkan koalisi, terlihat bagaimana skema manipulasi data verifikasi diorkestrasi oleh KPUD ke para petugas verifikator lapangan berdasarkan arahan para komisioner KPU Pusat dan Sekjen KPU.

Peneliti Indonesia Corruption Watch Kurnia Ramadhana yang menjadi bagian koalisi mengatakan tumpukan bukti tentang dugaan kecurangan pemilu oleh KPU RI semestinya menjadi alasan jelas untuk mengevaluasi kembali jajaran petinggi KPU RI.

“Jadi kalau masih tahap awal saja sudah ada dugaan berbuat curang maka tidak ada pilihan lain yang harus dilakukan adalah memberhentikan orang-orang bermasalah” kata Kurnia saat dihubungi Narasi, Rabu (17/1/2023).

Integritas KPU RI sebagai wasit dan penyelenggara pemilu tengah dipertanyakan lantaran banyaknya dugaan kecurangan yang beredar.

Misalnya, dugaan adanya intimidasi oleh KPU RI kepada KPU Daerah, manipulasi data verifikasi faktual partai politik, dan indikasi keberpihakan atas pernyatan tentang wacana perubahan sistem pemilu.

Dengan ini, Kurnia mendesak adanya pencopotan pimpinan KPU RI jika bukti-bukti yang ada terverifikasi oleh proses pengadilan.

Tindak lanjut dugaan kecurangan KPU RI pun telah dilaporkan Koalisi Masyarakat Sipil Kawal Pemilu Bersih ke DKPP.

Bukti-bukti dugaan kecurangan juga telah disampaikan kepada Komisi II DPR RI dalam Rapat Dengar Umum, Rabu (11/1/2023).

“Kalau bukti-bukti yang kami serahkan terbukti validasinya, tentu kami berharap terlapor harus dijatuhi sanksi berat dengan pemberhentian tidak hormat,” kata Kurnia.

“Kami juga berharap DPR dapat memberikan rekomendasi pemberhentian kepada anggota KPU yang terbukti menyalahgunakan kewenangan melakukan intervensi, intimidasi dan manipulasi data dalam proses tahapan penyelenggaraan pemilihan umum tahun 2024.”

Pengakuan Verifikator Soal Arahan KPU

Kurnia menyoroti banyaknya laporan dan bukti yang menjadi dugaan keras bahwa kecurangan terjadi secara terstruktur, sistematis, dan masif.

Pasalnya, arahan manipulasi terindikasi berasal dari KPU RI kepada KPU Provinsi dan Kabupaten/Kota. Dugaan tersebut juga bersangkutan langsung dengan Ketua dan Sekertaris Jendral KPU RI.

Dalam pengakuan seorang verifikator KPU Daerah, arahan kecurangan untuk meloloskan semua partai dalam proses verifikasi faktual (Verfak) dilakukan langsung Ketua KPU Provinsi kepada KPU Kabupaten/Kota.

“Sebelum tangal 26 November 2022, kami mendapat arahan dari KPU Provinsi untuk membantu seluruh partai yang (gagal) diverifikasi agar lolos,” kata saksi.

Menurut keterangan, manipulasi data juga terindikasi dilakukan secara langsung para komisioner KPU Daerah, atas perintah dari KPU Provinsi.

Terdapat bukti berupa surat rapat konsolidasi Ketua KPU Kabupaten/Kota dari KPU Provinsi yang meminta undangan untuk membawa alat perlengkapan seperti printer, scanner, laptop, terminal listrik, kertas HVS, dan stempel KPU.

Rapat konsolidasi ini yang diduga menjadi forum pemalsuan lembar kerja dan tanda tangan oleh para komisioner KPU Daerah.

“Para komisioner ini (diduga) bagi tugas untuk membuat tanda tangan palsu. Jadi secara sadar mereka mengetahui dan mengikuti kecurangan” kata saksi.

Dugaan manipulasi data verfak ini juga menyangkut indikasi intimidasi yang dilakukan oleh Komisioner KPU RI, Idham Holik.

Diketaui, Idham menyatakan akan ‘me-rumah sakit-kan’ anggota KPU Daerah yang tidak menjalankan perintah dari KPU Pusat di acara Konsolidasi Nasional pada Desember 2022 silam.

Selain itu, Kurnia juga mencatat indikasi keberpihakan terhadap partai politik tertentu terkait pernyataan Ketua KPU RI Hasyim Asy’ari tentang wacana perubahan sistem pemilu.

Menurutnya, sikap tersebut telah keluar dari ranah penyelenggara pemilu dan menjadi pertanyaan atas netralitas KPU RI.

“Sikap tersebut dan pernyataan tersebut menggambarkan ada indikasi keberpihakan terhadap satu organisasi politik tertentu diperlihatkan oleh ketua KPU”

Dugaan kecurangan terkait verifikasi faktual ini bukan kontroversi pertama yang melibatkan para komisioner KPU Pusat.

Ada setidaknya empat kontroversi yang pernah terjadi sebelumnya dan membuat publik mempertanyakan benarkah asas pemilu jujur bersih dan adil dapat ditegakkan pada 2024 mendatang?

1. Nama sudah beredar sebelum dipilih Komisi II

Pemilihan 7 anggota Komisioner KPU Pusat untuk Pemilu 2024 dilakukan Komisi II DPR RI pada Kamis (17/2/2022) sejak pukul 00.00 hingga 01.30 WIB dini hari.

Berdasarkan hasil voting di Komisi II 7 nama yang terpilih ialah:

  • Betty Epsilon Idroos.
  • Hasyim Asy'ari.
  • Mochammad Afifuddin.
  • Parsadaan Harahap.
  • Yulianto Sudrajat.
  • Idham Holik.
  • August Melaz.

Persoalannya adalah beberapa hari sebelum pemilihan sudah beredar pesan berantai yang menyebut nama-nama anggota KPU Pusat dan anggota Bawaslu pusat berdasarkan hasil kesepakatan partai koalisi.

Nama-nama yang beredar itu sama persis dengan hasil yang diputuskan Komisi II DPR RI. Berikut bunyi pesannya.

Kesepakatan di partai koalisi per tadi malam:

KPU:

  1. Parsadaan Harahap (HMI/Golkar)
  2. Idham Holid ( HMI/Nasdem)
  3. Betty (HMI/Nasdem)
  4. Augus Mellaz (non muslim/PDIP)
  5. Yulianto (GMNI/PDIP)
  6. Afif (PMII/PKB)
  7. Hasyim (Ansor/Gerindra)

Bawaslu:

  1. Rahmat bagja (HMI/Golkar)
  2. Fuadi (HMI/Gerindra)
  3. Totok ( GMNI/PDIP)
  4. Herwin (Non Muslim/Nasdem)
  5. Loli (PMII/PKB)

2. Melontarkan Wacana Proporsional Tertutup

Kontroversi ini dimulai oleh pernyataan Ketua KPU Hasyim Asy'ari saat acara Catatan Akhir Tahun KPU RI, Kamis (29/12/2022).

Hasyim mengatakan:

“Jadi, kira-kira bisa diprediksi apa enggak, keputusan Mahkamah Konstitusi ke depan? Ada kemungkinan. Saya belum berani berspekulasi. Ada kemungkinan kembali ke sistem proporsional daftar calon tertutup. Maka dengan begitu menjadi tidak relevan. Misalnya saya nyalon, pasang gambar-gambar di pinggir jalan. Jadi enggak relevan. Karena namanya enggak muncul lagi di surat suara.”

Pernyataan Hasyim kemudian menuai kritik dari  delapan partai politik di DPR. Mereka meminta KPU tidak usah ikut berkomentar soal uji materi sistem pemilu yang sedang berlangsung di Mahkamah Konstitusi.

3. Anggaran Triliunan Kotak Suara Berbahan Kardus

Pada 6 Juni 2022 lalu DPR menyetujui anggaran sebesar Rp76,6 trililun untuk KPU menggelar Pemilu 2024. Selanjutnya pada 21 September 2022 Komisi II DPR menyetujui penambahan anggaran untuk KPU sebsar Rp7,86 triliun  dan sebesar Rp6,06 triliun kepada Bawaslu RI.

Besarnya anggaran yang diberikan KPU menuai sorotan salah satunya lantaran kotak suara yang mereka gunakan berbahan kardus, bukan berbahan alumunium.

Ketua KPU Hasyim Asy’ari pada 29 Desember 2022 lalu berdalih kotak suara kardus berbahan dupleks antiair dipilih karena kotak suara berbahan alumunium berstatus aset milik negara sehingga butuh biaya pemiliharaan. Kotak suara berbahan alumunium juga memiliki nilai yang lumayan untuk dijual lagi.

Terlepas dari argumen itu, kotak suara berbahan kardus sekali pakai juga memicu persoalan anggaran karena setiap pemilu negara harus mengeluarkan biaya pengadaan. Selain itu aspek keamanan kotak suara berbahan kardus juga dinilai tidak lebih aman dari kotak suara berbahan alumunium.

 

Apa Komentarmu?

Tulis komentar

ARTIKEL TERKAIT

VIDEO TERKAIT

KOMENTAR

Latest Comment

Belum ada komentar

Jadilah yang pertama mengirimkan komentar untuk bertukar gagasan dengan pengguna lainnya

TERPOPULER