29 September 2022 16:09 WIB
Penulis: Ani Mardatila
Editor: Ramadhan Yahya
Kriss Hatta baru-baru ini jadi trending topic di Twitter. Pasalnya, dia dikabarkan menjalin hubungan dengan anak yang masih di bawah umur. Berdasarkan pernyataan dari Kriss sendiri, pacarnya itu masih berusia 14 tahun.
Kriss Hatta dikenal sebagai aktor yang membintangi sejumlah film dan sinetron. Tingkah lakunya yang dinilai enggak wajar ini, sontak jadi perhatian warganet, tak terkecuali berbagai lembaga.
Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) mengecam aktor berusia 34 tahun tersebut. Menurut KPAI, sebagai sosok yang populer, Kriss semestinya mendukung program pemerintah yang menggalakkan kampanye pencegahan pernikahan dini anak.
"Hal itu juga berpotensi menjadi glorifikasi pernikahan usia anak. Padahal pemerintah pusat dan daerah sedang giat berjuang menurunkan angka perkawinan anak," kata Komisioner KPAI Retno Listyarti dalam keterangan tertulis, Rabu (28/9/2022).
Retno juga mengkritik alasan Kriss, soal adanya restu dari orang tua sang anak. Ia menilai, status Kriss yang dikenal publik, akan turut membenarkan citra hubungan dengan anak di bawah umur.
"Hal itu berpotensi kuat terjadi glorifikasi kisah cinta orang dewasa yang sudah pantas menjadi ayahnya dengan anak di bawah umur. Jangan sampai hal ini dianggap wajar oleh publik," tegas Retno.
Reaksi KPAI ini adalah tanggapan atas klaim terbuka Kriss sebelumnya, bahwa ia cocok dan nyaman dengan pacarnya, meski ada perbedaan usia 20 tahun.
"Nyaman, kok, sama anak beda usia 20 tahun. Orangnya baik, lebih sabar menghadapi aku yang dominan," kata Kriss Hatta dikutip dari detikcom pada Minggu (25/9).
Lantas, bagaimana sebenarnya hubungan yang dijalani Kriss ini dari kacamata hukum?
Direktur Eksekutif LBH Apik Jakarta, Siti Mazuma, berpendapat bahwa orang dewasa atau yang lebih tua, cenderung punya kuasa yang lebih, jika berhadapan dengan sosok anak yang masih berusia 14 tahun. Sehingga, anak tersebut dianggap termasuk kelompok rentan.
“Karena kalau anak umur 14 tahun kita bayangannya, kan, berarti belum berpikir panjang. Ketika misalnya kasus kekerasan seksual terjadi, walaupun itu misalnya dianggap suka sama suka, makanya muncul bujuk rayu atau apapun gitu, ya, maka itu adalah kekerasan dan termasuk sebuah tindak pidana,” kata Mazuma saat dihubungi Narasi pada Rabu (28/9).
Meski hubungan dijalani secara consent alias suka sama suka, Mazuma menilai tidak menutup kemungkinan akan terjalin relasi kuasa yang timpang dalam hubungan yang masih sangat muda ini.
“Apalagi kita dari kecil diajari untuk menurut dengan yang lebih tua. Dan akhirnya membuat kita tidak enakan. Terus kemudian bagaimana membangun relasi yang sehat tanpa kekerasan, tanpa diskriminasi, tanpa mendominasi, sebagai pasangan,” ujar Mazuma.
Mazuma mengingatkan, mestinya orang tua dan orang dewasa di sekitar si anak harus mengingatkan anak atas semua konsekuensi yang muncul. Khususnya, saat menjalin hubungan dengan orang yang lebih dewasa.
“Orang tua harus memberitahu si anak tentang konsekuensi tentang tanggung jawab sejak dini,” tegasnya.
Veryanto Sitohang Ketua Sub Kom Partisipasi Masyarakat Komnas Perempuan mengungkapkan, memacari anak di bawah umur yang dilakukan oleh orang dewasa bisa masuk dalam kategori child grooming.
“Child grooming terjadi ketika seseorang yang lebih dewasa memiliki relasi dengan anak di bawah umur, modusnya membangun hubungan emosional sehingga anak percaya kepada yang bersangkutan, sehingga berpotensi untuk terjadinya manipulasi, eksploitasi bahkan pelecehan seksual,” kata Very saat dihubungi Narasi, Rabu (28/9).
Child grooming tidak mudah ditindak secara hukum, apalagi kalau tidak ada kekerasan psikis maupun fisik. Meski begitu, Komnas Perempuan mengingatkan, ranahnya akan disebut melanggar hukum kalau terjadi perkawinan anak.
Dalam pandangan Komnas Perempuan, perkawinan anak adalah praktik berbahaya (harmful practice). UU No. 16 tahun 2019 (revisi UU No. 1 tahun 1974) tentang Perkawinan, mengaturnya batasan usia minimal menikah, yakni 19 tahun.
Dihubungi secara terpisah, Pakar Hukum Agustinus Pohan, punya pendapat lain. Menurutnya, hubungan orang dewasa dengan anak di bawah umur sudah semestinya dikritisi. Ia menilai hubungan seperti ini tidak etis secara hukum maupun sosial.
“Sekalipun secara sosial tentu harus dipandang sebagai tidak etis, dan perlu untuk penyelidikan untuk menghimpun info mengenai "kemungkinan" adanya kekerasan seksual,” kata Agustinus kepada Narasi, Rabu (28/9).
KOMENTAR
Latest Comment