Kebiasaan lembur yang terlalu sering merupakan salah satu ciri hustle culture, REUTERS/Yuriko Nakao.
Penulis: Yohana Nabilla Wuryanto
Editor: Rizal Amril
Istilah hustle culture mungkin dirasa familiar bagi sebagian orang, namun bagi beberapa kalangan, istilah tersebut merupakan suatu istilah baru yang cukup membingungkan. Lalu sebenarnya apa itu hustle culture?
Hustle culture atau budaya gila kerja adalah sebuah budaya atau kebiasaan seseorang untuk terus bekerja dan hanya beristirahat dengan waktu yang relatif singkat.
Budaya tersebut ada karena keyakinan sebagian orang bahwa dirinya akan sukses apabila bekerja terus menerus.
Dilansir dari Oxford Learner Dictionary, fenomena ini mulai muncul pada tahun 1970, ketika perkembangan industri semakin maju dan pekerja pada saat itu dituntut untuk melakukan pekerjaan dengan cepat dan tepat.
Kini, hustle culture semakin parah dengan adanya perkembangan teknologi, ketika perusahaan atau instansi mulai menerapkan administrasi digital bagi pekerjanya.
Hustle culture tanpa disadari sering terjadi di kehidupan pekerja, baik itu yang berstatus pekerja tetap hingga magang. Berikut ini merupakan ciri-ciri hustle culture.
Salah satu ciri dari hustle culture adalah terus memikirkan pekerjaan bahkan di waktu senggang. Sebagai seorang pekerja, memang sudah sepatutnya untuk bertanggung jawab dan menyelesaikan pekerjaannya tepat waktu.
Akan tetapi, kecenderungan untuk terlalu memikirkan pekerjaan bahkan di waktu senggang justru berdampak buruk bagi psikologis pekerja.
Ciri yang kedua adalah jarang merasa puas dengan pekerjaan yang dilakukan. Sadar atau tidak, sebagai seorang pekerja ada kalanya merasa bahwa pekerjaan yang dilakukan tampak sia-sia dan tidak berarti.
Akan tetapi, bila rasa selalu merasa tak puas tersebut dirasakan secara terus menerus, hal tersebut dapat menyebabkan rasa lelah berlebih dalam bekerja hingga burn out.
Lebih lanjut, ciri yang ketiga adalah merasa bersalah ketika mengambil atau mengajukan jatah cuti. Mengambil jatah cuti untuk bersantai dan bersenang-senang memang bukanlah suatu kesalahan, bahkan cuti merupakan hak setiap pekerja.
Akan tetapi, bagi orang yang mengalami hustle culture, terdapat kecenderungan untuk tidak mengambil haknya tersebut.
Bagi pekerja yang berada dalam budaya hustle culture, mengambil cuti akan menimbulkan rasa bersalah, karena mereka akan meninggalkan tugas dan tanggung jawab mereka untuk dikerjakan oleh orang lain.
Hustle culture apabila terus menerus terjadi, tentu akan berdampak buruk bagi pekerja, seperti burn out, kesehatannya terganggu, keseimbangan antara bekerja dan kehidupan biasa mulai hilang, hingga depresi.
Lalu apa yang dapat kita lakukan apabila terjebak dalam budaya hustle culture? Berikut adalah tips untuk menyikapi budaya gila kerja.
Cara pertama yang dapat diambil adalah berhenti membandingkan pencapaian dengan orang lain. Berhenti membandingkan pencapain yang diraih dengan pencapain orang lain, merupakan salah satu cara yang dapat diambil untuk menghindari hustle culture.
Dengan tidak membandingkan diri sendiri, maka kita dapat lebih fokus dengan pencapaian yang telah diraih dan lebih menghargai pencapaian diri sendiri.
Mencari dan menekuni hobi di luar pekerjaan juga dapat menjadi salah satu cara agar terhindar dari fenomena gila kerja.
Dengan menekuni hobi di luar pekerjaan, seseorang akan mendapatkan suatu hiburan baru, sehingga tidak selalu berkutat dengan pekerjaan dan tanggung jawab yang diemban.
Menetapkan target realistis juga bisa menjadi salah satu solusi. Hustle culture dapat terjadi akibat adanya target yang terlampau tinggi.
Akan tetapi, target realistis bukan hanya bekerja dengan bermalas-malasan, melainkan menentukan target sebaik mungkin dengan cara kerja senyaman mungkin.
Lebih baik mengerjakan sesuatu secara lambat namun pasti, dibandingkan secara cepat namun dengan hasil yang kurang memuaskan .
Itulah beberapa ciri dan cara mengatasi hustle culture yang acap kali terjadi di kehidupan sehari-hari.
Apabila Anda merasa mengalami gejala-gejala di atas dan terganggu dengannya, sangat disarankan untuk berkonsultasi dengan psikolog. Bantuan psikologis dapat membantu Anda mengurangi efek buruk dari hustle culture.
Anda juga tidak disarankan untuk melakukan self-diagnose karena dapat memperburuk kondisi Anda.
Latest Comment
Belum ada komentar
Jadilah yang pertama mengirimkan komentar untuk bertukar gagasan dengan pengguna lainnya