Pembagian Warisan Menurut Islam dan Juga Syarat-Syarat Pelaksanaannya

3 Agustus 2023 22:08 WIB

Narasi TV

Ilustrasi pembagian warisan sesuai syariat Islam. (Sumber: Freepik/jcomp)

Penulis: Elok Nuri & Moh. Afaf El Kurniawan

Editor: Rizal Amril

Pembagian warisan menurut Islam telah diatur secara rinci dalam Al-Qur’an agar mendapat bagiannya secara merata dan bisa dibagi seadil-adilnya.

Aturan yang rinci tersebut ada karena warisan merupakan salah satu aspek penting dalam sistem hukum Islam.

Karena tidak jarang pembagian harta waris sering menimbulkan konflik atau kecemburuan di antara anggota keluarga lantaran dirasa tidak adil.

Melansir laman Kemenag Jawa Barat, mempelajari hukum warisan Islam–atau sering disebut sebagai ilmu faraid–sangat dianjurkan agar dilakukan oleh setiap muslim.

Hal tersebut didasarkan pada hadis Rasulullah saw. yang menyebutkan bahwa ilmu faraid adalah salah satu ilmu agama yang utama dalam Islam.

Dalam hadis yang diriwayatkan oleh Abu Daud tersebut, Abdullah bin Amr bin al-Ash ra. berkata bahwa Nabi saw. bersabda:

قَالَ الْعِلْمُ ثَلَاثَةٌ وَمَا سِوَى ذَلِكَ فَهُوَ فَضْلٌ آيَةٌ مُحْكَمَةٌ أَوْ سُنَّةٌ قَائِمَةٌ أَوْ فَرِيضَةٌ عَادِلَةٌ

Artinya: “Ilmu itu ada tiga, selain yang tiga hanya bersifat tambahan (sekunder), yaitu ayat-ayat muhakkamah (yang jelas ketentuannya), sunah Nabi saw. yang dilaksanakan, dan ilmu faraid.” (HR Abu Daud dan Ibnu Majah, no. 2499).

Untuk itu perlunya memahami pembagian hak waris secara Islam, berikut adalah pembahasan lengkapnya yang dapat disimak dalam ulasan berikut ini.

Hukum waris

Dalam jurnal yang ditulis Akmal Septian Alamanda di Journal of Civic Education (2021), hukum kewarisan Islam adalah hukum yang mengatur segala sesuatu yang berkenaan dengan peralihan hak dan kewajiban atas harta kekayaan seseorang setelah ia meninggal kepada ahli warisnya.

Aturan tersebut termasuk menentukan siapa-siapa yang berhak menjadi ahli waris dan berapa bagiannya setiap ahli warisnya.

Dalam hukum waris Islam atau sering disebut ilmu faraid, aturan didasarkan pada dua sumber utama, yakni ayat-ayat Al-Qur’an dan hadis Rasulullah saw.

Dalam pembagian warisan berdasarkan hukum Islam, terdapat tiga rukun yang harus dipenuhi, yakni:

  • Orang yang mewariskan (al-muwarrits), yaitu orang yang meninggal yang hartanya akan diwariskan.
  • Ahli waris (al-warits), yaitu orang yang memiliki hubungan dengan mayit yang punya hak mewarisi warisan.
  • Harta warisan (al-mauruts), yaitu harta yang ditinggalkan oleh mayit setelah meninggal.

Pembagian warisan menurut Islam

Dalam Al-Qur’an, terdapat beberapa ayat yang menjelaskan hukum waris sesuai syariat, seperti dalam surah An-Nisa ayat 11, 12, dan 176.

Dalam surah An-Nisa ayat 11, Allah menjelaskan hukum waris sebagai berikut:

يُوصِيكُمُ ٱللَّهُ فِىٓ أَوْلَٰدِكُمْ ۖ لِلذَّكَرِ مِثْلُ حَظِّ ٱلْأُنثَيَيْنِ ۚ فَإِن كُنَّ نِسَآءً فَوْقَ ٱثْنَتَيْنِ فَلَهُنَّ ثُلُثَا مَا تَرَكَ ۖ وَإِن كَانَتْ وَٰحِدَةً فَلَهَا ٱلنِّصْفُ ۚ وَلِأَبَوَيْهِيُوْصِيْكُمُ اللّٰهُ فِيْٓ اَوْلَادِكُمْ لِلذَّكَرِ مِثْلُ حَظِّ الْاُنْثَيَيْنِ ۚ فَاِنْ كُنَّ نِسَاۤءً فَوْقَ اثْنَتَيْنِ فَلَهُنَّ ثُلُثَا مَا تَرَكَ ۚ وَاِنْ كَانَتْ وَاحِدَةً فَلَهَا النِّصْفُ ۗ وَلِاَبَوَيْهِ لِكُلِّ وَاحِدٍ مِّنْهُمَا السُّدُسُ مِمَّا تَرَكَ اِنْ كَانَ لَهٗ وَلَدٌ ۚ فَاِنْ لَّمْ يَكُنْ لَّهٗ وَلَدٌ وَّوَرِثَهٗٓ اَبَوٰهُ فَلِاُمِّهِ الثُّلُثُ ۚ فَاِنْ كَانَ لَهٗٓ اِخْوَةٌ فَلِاُمِّهِ السُّدُسُ مِنْۢ بَعْدِ وَصِيَّةٍ يُّوْصِيْ بِهَآ اَوْ دَيْنٍ ۗ اٰبَاۤؤُكُمْ وَاَبْنَاۤؤُكُمْۚ لَا تَدْرُوْنَ اَيُّهُمْ اَقْرَبُ لَكُمْ نَفْعًا ۗ فَرِيْضَةً مِّنَ اللّٰهِ ۗ اِنَّ اللّٰهَ كَانَ عَلِيْمًا حَكِيْمًا

Yūṣīkumullāhu fī aulādikum liż-żakari miṡlu ḥaẓẓil-unṡayain(i), fa in kunna nisā'an fauqaṡnataini fa lahunna ṡuluṡā mā tarak(a), wa in kānat wāḥidatan fa lahan-niṣf(u), wa li abawaihi likulli wāḥidim minhumas-sudusu mimmā taraka in kāna lahū walad(un), fa illam yakul lahū waladuw wa wariṡahū abawāhu fa li'ummihiṡ-ṡuluṡ(u), fa in kāna lahū ikhwatun fa li'ummihis-sudusu mim ba‘di waṣiyyatiy yūṣī bihā au dain(in), ābā'ukum wa abnā'ukum, lā tadrūna ayyuhum aqrabu lakum naf‘ā(n), farīḍatam minallāh(i), innallāha kāna ‘alīman ḥakīmā(n).

Artinya: Allah mensyariatkan (mewajibkan) kepadamu tentang (pembagian warisan untuk) anak-anakmu, (yaitu) bagian seorang anak laki-laki sama dengan bagian dua orang anak perempuan. Jika anak itu semuanya perempuan yang jumlahnya lebih dari dua, bagian mereka dua pertiga dari harta yang ditinggalkan. Jika dia (anak perempuan) itu seorang saja, dia memperoleh setengah (harta yang ditinggalkan). Untuk kedua orang tua, bagian masing-masing seperenam dari harta yang ditinggalkan, jika dia (yang meninggal) mempunyai anak. Jika dia (yang meninggal) tidak mempunyai anak dan dia diwarisi oleh kedua orang tuanya (saja), ibunya mendapat sepertiga. Jika dia (yang meninggal) mempunyai beberapa saudara, ibunya mendapat seperenam. (Warisan tersebut dibagi) setelah (dipenuhi) wasiat yang dibuatnya atau (dan dilunasi) utangnya. (Tentang) orang tuamu dan anak-anakmu, kamu tidak mengetahui siapa di antara mereka yang lebih banyak manfaatnya bagimu. Ini adalah ketetapan Allah. Sesungguhnya Allah adalah Maha Mengetahui lagi Maha Bijaksana.

Dari ayat di atas, selain membagi harta waris kepada ahli waris, terdapat beberapa hal yang harus dipenuhi terlebih dahulu, yakni harta waris terlebih dahulu digunakan untuk 1) pelaksanaan wasiat mayit, dan 2) melunasi utang pewaris.

Menurut Muhammad Ali Ash-Shabuni dalam bukunya berjudul Pembagian Warisan Islam (1995), menjelaskan nisbah atau pembagian harta warisan menurut keterangan ayat di atas adalah sebagai berikut:

1. Setengah (1/2)

Ashhabul furudh mendapat setengah (1/2) harta warisan, mereka adalah sekelompok anak laki-laki dan juga empat perempuan, termasuk suami, anak perempuan, keponakan laki-laki, saudara kandung, dan saudara perempuan dari pihak ayah.

2. Seperempat (1/4)

Ahli waris yang berhak mendapatkan bagian seperempat harta warisan ini adalah suami atau istri.

3. Seperdelapan (1/8)

Yang berhak mendapatkan seperdelapan harta warisan ini adalah seorang istri yang mendapatkan harta suaminya, entah dia memiliki anak atau cucu dari rahimnya atau dari istri lainnya.

4. Dua pertiga (2/3)

Harta waris ini dibagi kepada empat orang wanita, mereka terdiri dari perempuan kandung, keponakan laki-laki, saudara perempuan kandung, dan saudara perempuan kandung.

5. Sepertiga (1/3)

Dibagi kepada ibu dan dua saudara kandung dari rahim ibu yang sama.

6. Seperenam (1/6)

Yang berhak menerima harta waris ini adalah tujuh ahli waris yang terdiri dari ayah, kakek, ibu, cucu, anak laki-laki, saudara perempuan kandung dari ayah, nenek, saudara laki-laki, dan ibu dan kakak perempuan.

Syarat yang harus dipenuhi dalam warisan

Mengutip laman NU Online terdapat empat syarat yang wajib dipenuhi dalam penentuan warisan.

Keempat syarat penentuan warisan tersebut didasarkan pada kitab al-Fiqhul Manhaji yang ditulis Dr. Musthafa Al-Khin. Berikut empat syarat tersebut.

1. Orang yang mewariskan telah meninggal

Syarat pertama ini menjelaskan bahwa pembagian harta hanya boleh dilakukan apabila pewaris sudah meninggal dunia.

Hal tersebut dikarenakan sebuah harta disebut sebagai warisan karena adanya kematian yang mendahuluinya.

Namun, pembagian warisan juga dapat dilakukan apabila pewaris sudah diputuskan meninggal oleh hakim.

Hal tersebut bisa dilakukan misalnya dalam kasus orang yang telah lama menghilang dan diputuskan dinyatakan meninggal.

2. Ahli waris masih hidup ketika mewarisi harta yang meninggal

Maksud dari syarat ini adalah ahli waris harus dalam keadaan hidup ketika si mayit meninggal.

Meskipun ahli waris meninggal tak lama setelah si mayit meninggal, ia tetap mendapatkan haknya.

3. Hubungan ahli waris dengan si mayit jelas

Hubungan antara ahli waris dan si mayit harus jelas dan diketahui oleh orang lain.

Apakah ahli waris adalah keluarga, punya hubungan kekerabatan, pernikahan haruslah jelas dan diketahui.

4. Menyertakan alasan mengapa ia berhak atas warisan kepada hakim

Syarat ini dikhususkan apabila ada seseorang yang mengklaim bahwa dirinya mempunyai hak waris atas kematian seseorang.

Orang yang mengklaim tersebut harus menjelaskan secara rinci alasan kepewarisannya terhadap si mayit kepada hakim atau pengadil dalam perkara ini.

NARASI ACADEMY

TERPOPULER

KOMENTAR