Peretasan Narasi Capai 38 Kasus, SAFENet: Teror Demokrasi, Harus Ada Penegakan Hukum

29 Sep 2022 21:09 WIB

thumbnail-article

Ilustrasi peretas (Dok. Microsoft News)

Penulis: Ani Mardatila

Editor: Ramadhan Yahya

Upaya peretasan terhadap awak redaksi Narasi masih berlanjut. Hingga Kamis (29/9/2022) pukul 10.56 WIB, kasusnya telah mencapai 38 kasus. Sebanyak 31 kasus menyasar ke awak redaksi Narasi yang masih aktif bekerja, satu kasus di web (situs), serta tujuh kasus lain dari eks karyawan Narasi.

Hasil mitigasi sementara, upaya peretasan tercatat mulai dilakukan sejak 22 September lalu. Pemimpin Redaksi Zen RS menyebutkan akun-akun yang berusaha diretas mencakup Facebook, Telegram, Instagram, hingga WhatsApp.

Menanggapi hal ini, Direktur eksekutif SAFEnet, Damar Juniarto merasa bahwa peretasan yang menyasar awak redaksi Narasi adalah serangan keras yang apabila tidak ditanggapi serius oleh kepolisian sebagai bagian dari upaya penegakan hukum, maka menjadikan kepolisian terlihat tidak berpihak pada usaha mempertahankan demokrasi.

Teror pada Iklim Demokrasi, Harus Ada Penegakan Hukum

Dalam beberapa tahun terakhir, SAFEnet mencatat berbagai upaya serangan digital menyasar para jurnalis. Pada 2020 misalnya, tercatat 25 kasus serangan digital kepada jurnalis. Lalu pada 2021, terekam 26 serangan.

“Kalau pada insiden Narasi saja sampai 37, yang saya tahu. Itu menjadikan kekhawatiran kami beberapa tahun ini menjadi benar. Bahwa memang ada target-targetan tertentu dari penyerang itu untuk kebebasan pers.”

Padahal institusi pers, menurut Damar sangatlah penting sebagai tonggak demokrasi. Jika ada serangan terhadap jurnalis, maka jelas akan menganggu kerja-kerja pers itu sendiri, yang artinya menciptakan teror pada iklim demokrasi.

“Kalau sekarang advokasinya saya rasa tidak cukup hanya dengan meminta perhatian publik. Tetapi juga harus dilanjutkan dengan upaya penegakan hukum, di mana di sini sebetulnya tanpa harus melapor kepolisian sudah tahu bahwa ada serangan besar-besaran ya, serangan paling masif menurut saya terhadap jurnalis tahun ini."

Kepolisian mestinya memimpin penyelidikan, mencari siapa yang melakukan serangan digital dan peretasan ini. Jika tidak tertangani dengan baik, maka akan menjadi momok dalam kebebasan pers di Indonesia, imbuh Damar.

“Karena kalau teror seperti ini dibiarkan, dia akan menciptakan iklim kalau dia tidak bisa dihukum,” ujarnya.

Amnesty International Indonesia Desak Polri Usut Keterlibatan Dugaan Anggotanya

Di sisi lain, Direktur Amnesty International Indonesia Usman Hamid meminta Polri mengusut dugaan anggotanya yang melakukan peretasan terhadap data Najwa Shihab dan karyawan Narasi.

"Saya kira yang harus diperhatikan harus diusut oleh kepolisian, termasuk siapa saja. Apakah ada pejabat kepolisian yang terlibat dalam peretasan tersebut?" kata Usman melansir Antara, Rabu (28/9).

Bahkan, menurut Usman, dalam perkara ini, informasi yang beredar itu cukup serius menyoal serangan terhadap Narasi TV ini karena mengkritisi kepolisian dalam kasus Brigadir J atau Nofriansyah Yosua Hutabarat dan Ferdy Sambo.

"Kalau kepolisian tidak proaktif dalam kasus ini, kecurigaan publik kepada polisi makin tinggi," ucap Dewan Pakar Peradi ini.

Mabes Polri soal Peretasan di Narasi: Lapor Polda Saja

Sementara itu, Kabag Penum Humas Polri Kombes Nurul Azizah mengaku pihaknya sudah menyampaikan kepada Dewan Pers agar kejadian tersebut dapat segera dilaporkan ke Polda Metro Jaya. 

"Saya sudah sampaikan ke dewan pers untuk dapatnya melaporkan ke Polda saja," ujarnya saat dikonfirmasi lewat pesan singkat, Kamis (29/9) seperti dikutip dari CNN Indonesia.

Upaya Mitigasi Email Bocor, Ganti Password dan Aktifkan Two Factor Aunthetication (2FA)

Ada beberapa langkah pencegahan yang bisa dilakukan oleh pemilik akun jika upaya peretasan sudah terjadi, bahkan kalau email berhasil dibobol. 

“Pertama kita harus mengakses atau memeriksa lagi setelah bocoran itu. Apakah ada celah keamanan yang belum diperiksa, apakah ada perangkat lain yang tersambung dan apakah lokasinya sesuai dengan keberadaan pemilik,” ucap Damar.

Penting pula untuk segera mengganti password dan mengaktifkan keamanan berlapis yaitu Two Factor Aunthetication (2FA). Damar juga menyarankan untuk melakukan pergantian aplikasi komunikasi yang sebelumnya sudah diretas.

Damar mengakui hal tersebut adalah upaya minimum yang bisa dilakukan oleh individu. Sedangkan di tingkat perusahaan, penting melakukan audit sistem keamanan secara berkala dalam kurun waktu tertentu untuk cegah hal serupa terulang kembali.

Apa Komentarmu?

Tulis komentar

ARTIKEL TERKAIT

VIDEO TERKAIT

KOMENTAR

Latest Comment

Belum ada komentar

Jadilah yang pertama mengirimkan komentar untuk bertukar gagasan dengan pengguna lainnya

TERPOPULER