Prokontra Jalan Berbayar di DKI Bertarif Rp5.000 sampai Rp19.000, Begini Rincian Perencanaannya

12 Januari 2023 15:01 WIB

Narasi TV

Kendaraan bermotor melintas di bawah alat Sistem Jalan Berbayar Elektronik (ERP) di Jalan Medan Merdeka Barat, Jakarta, Senin (2/3/2020). ANTARA FOTO/Hafidz Mubarak A/ama/aa.

Penulis: Jay Akbar

Editor: Akbar Wijaya

Regulasi jalan berbayar elektronik atau Electronic Road Pricing (ERP) di 25 ruas jalan DKI Jakarta yang dipastikan berlaku tahun 2023 ini menuai pro dan kontra.
 
Direktur Eksekutif Lembaga Kajian Strategis Kepolisian Indonesia (Lemkapi) Dr Edi Hasibuan meminta kebijakan ni dibatalkan karena dinilai akan memberatkan masyarakat.
 
"Kami melihat jika ini diterapkan, lagi-lagi masyarakat yang harus menanggung beban," kata Edi saat dikonfirmasi Antara di Jakarta, Kamis (12/1/2023).
 
Akademisi Universitas Bhayangkara Jakarta itu mengatakan kebijakan ini bukan hanya memberatkan pemilik kendaraan tapi masyarakat juga yang tidak mempunyai kendaraan.
 
Salah satu contohnya adalah penumpang taksi daring yang juga harus menanggung biaya tambahan ketika harus melewati jalur tersebut.
 
"Kebijakan jalan berbayar pada 25 ruas jalan di Ibu Kota itu semakin memberatkan rakyat dan hanya memindahkan kemacetan ke jalan yang tidak berbayar," ujarnya.
 
Anggota Komisi Kepolisian Nasional periode 2012-2016 itu juga mengatakan selama ini sudah ada kebijakan ganjil-genap yang sudah diterapkan dan menurutnya kebijakan tersebut sudah merepotkan masyarakat.

Tarif ERP untuk Tingkatkan Kualitas Transportasi Umum

 
Wakil Ketua Komisi E DPRD DKI Jakarta Anggara Wicitra Sastroamidjojo setuju-setuju saja dengan kebijakan Electronic Road Pricing (ERP). Menurutnya tarif yang terkumpul dari masyarakat bisa dimanfaatkan untuk meningkatkan kualitas transportasi umum.
 
"Prinsipnya kami setuju dengan segala upaya penanganan kemacetan. ERP bisa menjadi solusi tapi kita harus pikirkan betul manfaatnya. Karenanya kami usulkan agar pendapatan dari ERP dialokasikan untuk peningkatan kualitas transportasi umum," kata Anggara dikutip Antara dalam keterangan di Jakarta, Rabu (11/1/2023).
 
Pimpinan Komisi Bidang Kesra DPRD DKI Jakarta tersebut, mengatakan pendapatan dari ERP misalnya bisa dimanfaatkan untuk mempercepat pembangunan LRT serta menambah rute dan armada bus TransJakarta.
 
Lebih lanjut, ucap Anggara, tujuan dari kebijakan jalan berbayar, pada dasarnya adalah pengurangan moda transportasi pribadi.
 
"Visinya kan jadi disinsentif bagi pengguna kendaraan pribadi agar mereka berpikir dua kali untuk naik motor atau mobil karena harus keluar biaya lebih. Kami berharap mereka berpindah ke transportasi publik agar kemacetan berkurang. Maka kita harus benahi angkutan umum kita agar lebih nyaman dan terintegrasi," tuturnya.
 
Menurut Anggara, jika tidak terjadi perubahan perilaku, maka ERP hanya akan menimbulkan masalah baru.
 
"Jika akhirnya masyarakat tetap bawa kendaraan pribadi, titik macetnya hanya akan pindah ke jalan yang tidak berbayar. Maka tetapkan saja komitmen untuk kita pakai pendapatan dari ERP untuk bikin transportasi publik agar lebih bagus," tutur Anggara.
 

Dipastikan Berlaku 2023

 
Dinas Perhubungan DKI Jakarta memastikan regulasi jalan berbayar elektronik atau Electronic Road Pricing (ERP) rampung 2023 ini.
 
Rancangan peraturan ERP sudah masuk di Badan Pembentukan Peraturan Daerah (Bapemperda) terkait pengendalian lalu lintas secara elektronik.
 
“Saya tidak bisa memastikan pertengahan atau akhir tahun. Yang jelas tahun ini,” kata Kepala Dinas Perhubungan DKI Syafrin Liputo dikutip Antara di Jakarta, Selasa (10/1/2023).
 
Rancangan Perda Soal Pengendalian Lalu Lintas secara elektronik memiliki 12 bab dan 29 pasal. Syafrin mengatakan pembahasan belum masuk ke tahap spesifik pasal per pasal namun baru sebatas paparan umum.
 
Begitu disetujui jadi peraturan daerah, Pemprov DKI akan menurunkan peraturan turunan dalam bentuk peraturan gubernur.

Besaran Tarif dan Waktu Berlaku

 
Dishub DKI mengusulkan besaran tarif jalan berbayar dikisaran Rp5 ribu hingga Rp19 ribu menyesuaikan kategori dan jenis kendaraan.
 
Dalam raperda itu, waktu pelaksana ERP dirancang setiap hari pada pukul 05.00-22.00 WIB di 25 ruas jalan di Jakarta yang dilaksanakan bertahap.


Dalih Penerapan ERP


Berdasarkan pemaparan Dinas Perhubungan DKI pada rapat Bapemperda DPRD DKI pada 3 Oktober 2022, ERP dinilai sebagai salah satu solusi menekan kemacetan melalui pengendalian lalu lintas kendaraan bermotor atau sebagai push strategy.
 
Pesatnya peningkatan penggunaan kendaraan bermotor mendorong tingginya kecelakaan lalu lintas yakni 60 persen kecelakaan lalu lintas di Jakarta melibatkan sepeda motor berdasarkan data Polda Metro Jaya pada 2018.
 
Selain itu, juga mendorong polusi udara yakni sebanyak 44,5 persen oleh sepeda motor dan 14,2 persen oleh mobil berdasarkan data Komite Penghapusan Bensin Bertimbal pada 2019.
 
Dalam raperda itu juga diatur pengecualian yakni sepeda listrik, kendaraan bermotor umum pelat kuning, kendaraan dinas operasional instansi pemerintah, TNI/Polri di luar yang  berpelat hitam.
 
Kemudian, kendaraan korps diplomatik negara asing, kendaraan ambulans, kendaraan jenazah, dan pemadam kebakaran.

NARASI ACADEMY

TERPOPULER

KOMENTAR