Rishi Sunak PM Inggris Berdarah Asia: Harapan atau Ancaman Bagi Kelompok Imigran

25 Oct 2022 15:10 WIB

thumbnail-article

Rishi Sunak/ Reuters

Penulis: Rahma Arifa

Editor: Akbar Wijaya

Rishi Sunak dipasikan menjadi Perdana Inggris pertama berdarah Asia setelah memenangi persaingan kursi ketua Partai Konservatif pada 24 Oktober 2022. Ia akan menemui Raja Charles III untuk meminta restu pada Selasa (26/10/2022) waktu setempat.

Dalam pidato kemenangannya Sunak menyatakan kepemimpinannya akan memprioritaskan stabilitas persatuan negara dan partainya di tengah kondisi ekonomi yang sulit.

Sunak pernah dua kali kalah dalam pemilihan Perdana Menteri Inggris melawan Boris Johnson dan Liz Truss.

Jalannya merebut kemenangan terbuka lapang setelah Liz Truss mengundurkan diri dari posisi Perdana Menteri pada (20/10/2022) dan dua pesaing Sunak yakni Boris Johnson serta Penny Mordaunt mengundurkan diri dari kontestasi. 

Dalam sistem pemerintahan Inggris, anggota Partai Konservatif dapat maju sebagai kandidat perdana menteri apabila mengantongi minimal 100 dukungan anggota partai yang berjumlah 357 orang.

Dua kandidat dengan dukungan terbanyak akan melalui proses pemilihan online untuk menentukan pemenang yang dilantik sebagai perdana menteri.

Mundurnya Penny Mordaunt dari daftar pengganti Lizz Truss membuat nama Sunak otomatis terpilih sebagai Ketua Partai Konservatif dan Perdana Menteri.

Jejak Politik Si Anak Imigran

Sunak berdarah India lahir dari keluarga Punjabi di Afrika Timur yang bermigrasi ke Inggris.

Karier politik Sunak dimulai saat ia menjadi anggota parlemen pada 2015. Ia lalu ditugaskan menjadi Chancellor of the Exchequer, sebuah posisi bergengsi di bawah pemerintahan Boris sejak Februari 2020 sampai Juli 2020.

Setelah Boris Johnson mundur dari pemerintahan pada Juli lalu, Sunak juga sempat digadang-gadangkan menjadi kompetitior Liz Truss.

Seperti yang ditulis Paul Whiteley dari University of Essex, dukungan untuk Sunak melejit saat kontestasi melawan Truss karena kebijakan ‘Furlough Scheme’ yang ia lakukan banyak membantu pekerja selama masa pandemi COVID-19.

Namun ia kalah. Kekalahan timpang Sunak saat melawan Truss pun menuai sejumlah spekulasi seperti: Apakah darah India Rishi Sunak berperan dalam kekalahannya? Mungkinkah suara Sunak dipengaruhi oleh rasisme dalam elit politik Partai Konservatif?

Menurut Whiteley, ada faktor rasisme dalam kekalahan Sunak yang jarang didiskusikan secara eksplisit.

Survei yang dilansir British Election Study menyebut anggota Partai Konservatif relatif konsisten tidak mendukung kebijakan pro-etnik minoritas.

Survei tersebut juga mencatat bahwa 45% anggota Partai Konservatif tidak setuju dengan adanya pelonggaran kebijakan imigrasi.

Selain itu, survey YouGov tahun 2019 dengan Channel 4 kepada anggota Partai Konservatif menunjukkan bahwa dari 892 anggota, 56% percaya Islam sebagai ancaman nilai-nilai Britania (BBC, 8/07/2019).

Namun, Whiteley juga mencatat bahwa kurangnya dukungan untuk Sunak juga bisa didasari oleh mundurnya Sunak dari jabatan Chancellor yang menjadi salah satu alasan turunnya Boris Johnson dari jabatan perdana menteri.

Sentimen ‘tidak loyal’ inilah yang membuat banyak anggota konservatif yang mendukung Truss dibanding Sunak.

Maka, terlepas dari sentimen kebijakan imigrasi dan etnik minoritas, tetap sulit untuk membuktikan secara kongkrit bahwa pilihan anggota dan kekalahan Sunak benar-benar didasari oleh rasisme. 

Sunak Harapan atau Ancaman Imigran?

Berasal dari keturunan imigran tak berarti Sunak memiliki keberpihakan terhadap kelompok minoritas tersebut.

Seperti opini mayoritas dalam Partai Konservatif, kebijakan imigrasi ala Sunak dijanjikan dapat menggandakan jumlah deportasi setiap tahunnya.

Selain itu, Sunak juga merupakan pendukung Rwanda Policy, sebuah kebijakan deportasi asylum seekers ke Rwanda, Afrika, jika sampai dalam daratan Inggris dengan transportasi ilegal.

Proposal kebijakan imigrasi Sunak juga telah dikritik oleh Amnesty International sebagai kebijakan yang kejam dan tidak bermoral. 

Dalam video kampanyenya, penanganan imigran ilegal menjadi prioritas darurat kedua dalam agenda Sunak. Pada prinsipnya, Sunak berkata bahwa imigrasi harus legal, tertata, dan teratur. 

Hal ini juga ia katakan dalam interview dengan LBC tentang Rwanda Policy. Sunak menyatakan persetujuannya atas Rwanda Policy.

“Saya vote untuk Brexit karena banyak hal tetapi salah satunya adalah karena (brexit) memberikan kemampuan untuk mengontrol batasan negara kita. Saya menyatakan ini sebagai seseorang yang bangga datang dari keluarga imigran… Negara ini melakukan hal luar biasa untuk keluarga saya dan negara ini menerima kami… dan saya ingin memastikan kesempatan ini ada untuk yang lain. Tetapi, kita butuh kontrol atas batasan negara kita. Saat kakek dan nenek saya datang, mereka datang karena negara ini membolehkan (secara legal).”  

Pasalnya, dalam isu imigrasi, banyak asylum-seekers atau imigran pencari suaka yang pergi dari kondisi sosial yang tidak memungkinkan untuk melarikan diri secara legal.

Oleh karena itu, agenda Sunak dinilai hanya akan mempersulit proses perlindungan bagi kasus-kasus asylum-seekers

Seperti yang dikutip The Guardian (2/08/2022), dalam kampanye melawan Liz Truss, Sunak berkomitmen untuk menguatkan program anti-terorisme pemerintah, ‘Prevent’.

Salah satunya, Sunak ingin meluaskan definisi pemerintah atas ekstrimisme agar mencakup mereka yang menurutnya “vilify our country” (mencemarkan/menjelekkan negara).

Sunak juga ingin memfokuskan program Prevent dalam pencegahan ekstrimisme Islam yang ia percayai sebagai terror dan ancaman paling signifikan bagi Inggris. Hal ini mencakup penghapusan organisasi-organisasi yang berpotensi mempromosikan ekstrimisme.

Persoalannya, program Prevent telah lama dikritik sebagai kebijakan yang berpotensi menstigmatisasi Islam. Organisasi aktivis JUST Yorkshire, dikutip BBC menyatakan bahwa program ‘Prevent’ dibangun dengan fondasi Islamophobia dan rasisme.

Oleh karena itu, penekanan pada ekstrimisme Islam dan juga penjabaran definisi ‘ekstrimisme’ dianggap hanya akan menambah sentimen negatif dan kecurigaan kepada warga muslim di Inggris.

Janji Sunak juga dikiritisi eks kepala kontraterorisme, Sir Peter Fahy.

“Meluaskan Prevent dapat merusak kredibilitas dan reputasi program itu sendiri. Membuat program tersebut lebih tentang opini dan pikiran orang. Hal ini akan merambah merambah ke opini politik. Oposisi politik bukan tempat dimana polisi berada. (Kontraterorisme) adalah kepada mereka yang benar-benar mengancam dan beresiko kekerasan, bukan kepada mereka yang tidak setuju dengan sistem politik,” ujar Fahy dikutip The Guardian (2/08/2022).

Artikel di Harvard Business Review tahun 2017 “Diversity Doesn’t Stick Without Inclusion” menyebut keberagaman tidak selalu menjamin adanya kebijakan yang inklusif.

Walaupun keduanya sering disalahkan sebagai konsep yang sama, memiliki tokoh yang dapat representatif tidak otomatis menjamin keberpihakan kepada golongan/populasi marjinal. Oleh karena itu, patut dipertanyakan apakah kemenagan Sunak benar-benar bisa menjadi kemenangan dari populasi imigran dan etnik minoritas di Inggris.

Dengan kemenangannya sebagai perdana menteri Inggris, akankah Sunak benar-benar melaksanakan ambisi konservatif nya? Ataukah janji politik Sunak hanya sekedar manuver kemenangannya?

 

Apa Komentarmu?

Tulis komentar

ARTIKEL TERKAIT

VIDEO TERKAIT

KOMENTAR

Latest Comment

Belum ada komentar

Jadilah yang pertama mengirimkan komentar untuk bertukar gagasan dengan pengguna lainnya

TERPOPULER