Sejarah Perjalanan Panjang Menuju Reformasi 21 Mei

19 Mei 2023 13:05 WIB

Narasi TV

Mahasiswa menduduki Gedung DPR/MPR dalam aksi unjuk rasa di Senayan pada 19 Mei 1998. Sumber: Antara.

Penulis: Elok Nuri

Editor: Margareth Ratih. F

Hari Peringatan Reformasi diperingati setiap tanggal 21 Mei, tanggal dimana tumbangnya kekuasaan Orde Baru yang dipimpin oleh Presiden Soeharto setelah 32 tahun menjabat.

Mundurnya Soeharto tidak lepas dari berbagai macam peristiwa, mulai dari Tragedi Trisakti, kerusuhan Mei di beberapa kota, krisis moneter, hingga penculikan aktivis yang hingga kini tak pernah ada kejelasan. 

Sejarah panjang Reformasi, berawal dari tuntutan para mahasiswa

Besarnya ketidakpuasan masyarakat atas kebijakan Presiden Soeharto, memicu terjadinya demonstrasi besar-besaran di berbagai wilayah Indonesia. Sebelum Soeharto resmi mengundurkan diri, pada tanggal 1 Mei 1988 ia menyatakan bahwa Reformasi akan dilaksanakan setelah tahun 2003.

Soeharto diberikan mandat oleh Majelis Permusyawaratan Rakyat atau MPR untuk menuntaskan dan menyelesaikan krisis moneter yang justru berujung pada krisis kepercayaan publik. Gelombang protes pun muncul di banyak wilayah. 

Tanggal 2 Mei, sebanyak 100 mahasiswa di Bali yang bergabung dalam HMI cabang Bali menuntut adanya reformasi. Kemudian tanggal 5 Mei terjadi kerusuhan massal di Medan. 

Akibat peristiwa tersebut setidaknya ada banyak mobil terbakar, serta penjarahan toko-toko dan gudang penyimpanan barang. Sehari setelahnya, massa kembali menjarah, merampok, dan merusak Mal Aksara Plaza di Medan. 

Tanggal 7 Mei, Jenderal Wiranto yang saat itu menjabat sebagai Menteri Pertahanan Keamanan memastikan bahwa pemerintah siap mendengar dan memahami keinginan mahasiswa tentang reformasi. 

Sehari setelahnya, 8 Mei, terjadi Peristiwa Gejayan atau Tragedi Yogyakarta. Peristiwa bermula ketika mahasiswa melakukan menuntut mundurnya Soeharto. Namun, aksi itu berakhir menjadi peristiwa berdarah. Kekerasan yang dilakukan aparat menyebabkan ratusan korban luka. Mahasiswa bernama Moses Gatotkaca meninggal dunia.

Sementara Presiden Soeharto sebelum bertolak ke Kairo Mesir tanggal 9 Mei 1998 untuk menghadiri pertemuan KTT G -15, menyampaikan dan mengajak semua pihak untuk memberikan kesempatan kepada DPR untuk memulai langkah Reformasi.

Kerusuhan semakin meluas

Tanggal 12 Mei 1998, 4 mahasiswa Trisakti tewas terbunuh setelah ditembak oleh aparat saat terjadi aksi unjuk rasa menuntut reformasi.

Mereka yang gugur adalah Elang Mulia Lesmana (Fakultas Teknik Sipil dan Perencanaan, Jurusan Arsitektur, 1978-1998), Hafidin Royan (Fakultas Teknik Sipil dan Perencanaan, Jurusan Teknik Sipil,1977-1998), Hery Hartanto (Fakultas Teknik Industri, 1976-1998), dan Hendriawan Sie (Fakultas Ekonomi, 1975-1998).

Tanggal 14 Mei, suasana Jakarta semakin mencekam, Gereja Pentakosta dan HKBP dan Gereja Sion dirusak dan dijarah oleh massa yang tidak dikenal.

Satu hari setelahnya tanggal 15 Mei 1998 pusat perbelanjaan seperti Sentra Plaza Klender Jakarta Timur dan Ciledug Plaza Tangerang dibakar dan dijarah oleh massa. Setidaknya ada 273 orang tewas terpanggang akibat peristiwa tersebut.

Ada setidaknya 499 orang yang tewas akibat dari kerusuhan tiga hari di Jakarta. Sementara wilayah lain situasinya semakin memanas.

Tanggal 17 Mei 1998 kehidupan berangsur pulih, banyak pemilik toko yang membuka kembali toko mereka baik itu di Jakarta, Semarang, dan juga Surabaya.

Sejumlah spanduk terpasang di jalanan kota yang bertulisan “Pro Reformasi”. Esok harinya tanggal 18 Mei, ribuah mahasiswa berhasil menduduki gedung DPR/MPR di Senayan. Ada juga puluhan cendekiawan yang ikut turun dan beberapa pensiunan jenderal.

Semuanya menyuarakan dan menuntut adanya reformasi, selain itu mereka juga mendesak mundurnya Soeharto dari kursi presiden dan memintanya bertanggung jawab atas peristiwa yang terjadi di dalam negeri.

21 Mei Soeharto resmi lengser dari kursi Presiden.

Tidak lama dari gelombang protes yang terjadi di berbagai wilayah di Indonesia, belasan Menteri dari pemerintahan Soeharto telah lebih dulu mengundurkan diri.

Peristiwa bersejarah mundurnya Soeharto disiarkan di semua televisi nasional bahkan internasional.

Setelah  Soeharto menyatakan diri untuk mundur sebagai Presiden, protokol Istana  negara kemudian menyerahkan map kepada B.J Habibie untuk diminta membacakannya sumpah dan kewajiban sebagai Presiden Republik Indonesia.

“Semuanya berlangsung cepat dan lancar. Pak Harto memberi salam kepada semua yang hadir termasuk saya. Tanpa senyum maupun sepatah kata, ia (Soeharto) meninggalkan ruang upacara,” tutur Habibie dalam buku Detik-Detik Yang Menentukan.

NARASI ACADEMY

TERPOPULER

KOMENTAR