Mahfud Tak Peduli Alasan Polri: Tembakan Gas Air Mata Penyebab 133 Orang Meninggal dalam Peristiwa Kanjuruhan

20 Oct 2022 17:10 WIB

thumbnail-article

Menko Polhukam Mahfud MD. ANTARA/HO-Humas Kemenko Polhukam/pri

Penulis: Jay Akbar

Editor: Akbar Wijaya

Survei LSI menyebut mayoritas masyarakat menilai polisi dan penyelenggara liga sebagai pihak paling bertanggung jawab.

 

Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan (Menko Polhukam) Mahfud MD menegaskan penyebab 133 orang meninggal dunia dalam tragedi Kanjuruhan, Malang, Sabtu (1/10/2022) malam adalah gas air mata yang ditembakan aparat kepolisian.

Perkara apakah gas air mata yang ditembakan oleh polisi mengandung bahan kimia yang mematikan atau tidak bukanlah hal penting.

"Saya nggak peduli sekarang seberapa besar kandungan kimia yang mematikan (dalam gas air mata), itu tidak penting. Karena bukan kimianya yang menyebabkan [kematian], tetapi penembakannya yang menyebabkan orang panik kemudian berdesak-desakan dan mati," kata Mahfud dikutip Antara saat mengomentari hasil survei LSI secara daring, Kamis (20/10/2022).

Mahfud yang juga Ketua Tim Gabungan Independen Pencari Fakta (TGIPF) Tragedi Kanjuruhan ini mengulang gas air mata boleh saja tidak menyebabkan kematian, namun tembakan polisi ke arah tribun penonton jelas mengakibatkan kepanikan.

"Mungkin gas air matanya sendiri tidak menyebabkan kematian langsung, tetapi penyemprotan ke tempat-tempat tertentu menyebabkan orang panik, nafasnya sesak, lalu lari ke tempat yang sama, desak-desakan, mati. Jadi, penyebabnya ya gas air mata," papar Mahfud.

Oleh karena itu, lanjut dia, kepolisian dan Persatuan Sepak Bola Seluruh Indonesia (PSSI) harus ikut bertanggung jawab atas jatuhnya ratusan korban usai tragedi Kanjuruhan.

Mahfud juga mewanti-wanti PSSI untuk tidak mengabaikan rekomendasi yang dihasilkan TGIPF.

"Karena begini, menyangkut dunia sepak bola, pengaturan, pengorganisasian dan lainnya itu sudah diatur oleh FIFA dan PSSI. Kita tidak boleh ikut campur ke situ, tetapi pemerintah sudah bicara dengan Presiden FIFA akan bersama-sama melakukan transformasi," tuturnya.

Mahfud merasa rekomendasi yang dihasilkan TGIPF sudah maksimal. Termasuk misalnya meminta Polri menyusun aturan baru terkait prosedur pengamanan pertandingan sepak bola.

"Kemudian pengaturan ke Polri agar membuat aturan-aturan baru dan mulai melakukan penyusunan prosedur tetap baru di dalam pengamanan sepak bola dan seterusnya sekarang dilakukan. Saya kira itu sudah cukup maksimal yang dilakukan oleh TGIPF," ucap Mahfud.

Survei LSI: Polisi dan Penyelenggara Liga Pihak Paling Bertanggung Jawab

Hasil survei Lembaga Survei Indonesia (LSI) menunjukkan sebagian besar publik menilai aparat kepolisian dan penyelenggara liga menjadi pihak yang paling bertanggung jawab atas terjadinya tragedi Kanjuruhan.

Sebanyak 24,3 persen responden memilih penyelenggara liga dan 29,4 persen memilih aparat kepolisian harus bertanggung jawab insiden tersebut.

"Aparat Kepolisian dan kemudian Penyelenggara Liga dinilai paling bertanggung jawab menurut sebagian besar responden," kata Direktur Eksekutif LSI Djayadi Hanan saat memaparkan hasil surveinya.

Responden memilih PSSI sebagai pihak yang harus bertanggung jawab sebesar 6,7 persen, TNI (2,6 persen), suporter (13,6 persen), semua pihak bertanggung jawab (5,9 persen), lainnya (0,8 persen), tidak tahu/ tidak jawab (16,7 persen).

Survei LSI ini dilakukan pada tanggal 6-10 Oktober 2022 dengan jumlah sampel yang digunakan sebanyak 1.212 responden.

Pemilihan sampel dilakukan melalui metode random digit dialing (RDD). RDD merupakan teknik memilih sampel melalui proses pembangkitan nomor telepon secara acak.

"Margin of error" dalam survei ini sebesar sekitar 2,9 persen, dengan tingkat kepercayaan 95 persen.

Mabes Polri Pernah Klaim Gas Air Mata Tidak Akibatkan Kematian

Mabes Polri pernah membantah gas air mata yang ditembakkan personel kepolisian di Stadion Kanjuruhan, Sabtu (1/10/2022) malam, menjadi penyebab meninggalnya ratusan suporter Arema.

Berdasarkan keterangan para dokter RSUD Sakit Saiful Anwar Malang, Polri mengklaim ratusan orang di Kanjuruhan meninggal lantaran kekurangan oksigen saat berdesakan di sejumlah pintu keluar yang dikunci.

“Dari penjelasan para ahli dokter spesialis yang menangani para korban, baik yang meninggal dunia maupun para korban yang luka, dari dokter spesialis penyakit dalam, penyakit paru, penyakit THT, dan juga spesialis penyakit mata tidak ada satu pun yang menyebutkan bahwa penyebab kematian adalah gas air mata, tapi penyebab kematian adalah kekurangan oksigen karena terjadi berdesakan-desakan, kemudian terinjak-injak, bertumpuk-tumpukan,” kata Kadiv Humas Polri Irjen Pol Dedi Prasetyo dalam konferensi pers kepada wartawan, Senin (10/10/2022).

Dalam peristiwa Kanjuruhan, personel Polri menggunakan tiga jenis gas air mata yang bersifat ringan, sedang, dan berat.

Dedi mengatakan gas-gas air mata tersebut, berdasarkan keterangan ahli toksikologi Universitas Udayana I Made Agus Gelgel Wirasuta, tidak mengakibatkan kematian meskipun dihirup dengan intensitas tinggi.

“Karena saya bukan expert, saya hanya bisa mengutip para pakar. Gas air mata dalam tingkatan tertinggi pun tidak akan mematikan,” ujar Dedi.

Dedi mengatakan dampak paling parah gas air mata hanyalah menyebabkan iritasi pada mata dan pernapasan. Kondisi ini menurutnya mirip ketika mata terasa perih karena terkena air sabun.

“Dokter spesialis mata menyebutkan ketika terkena gas air mata, mata khusususnya memang terjadi iritasi. Sama seperti kita terkena air sabun terjadi perih tapi dalam beberapa waktu bisa langsung sembuh tidak mengakibatkan kerusakan fatal,” kata Dedi.

Dedi juga mengakui sejumlah gas air mata yang digunakan personel Polri di Stadion Kanjuruhan ada yang kedaluwarsa. Namun, menurut Dedi, hal ini tidak berarti zat kimia yang terkandung di dalamnya menjadi lebih berbahaya.

Dedi menerangkan berdasarkan informasi ahli persenjataan dan kimia Universitas Indonesia Mas Ayu Elita Hafizah, gas air mata yang kedaluwarsa justru membuat bahan-bahan kimia yang terkandung di dalamnya menjadi tidak efektif.

Tak Semua Ahli Berpendat Sama

Ketua Umum Persatuan Dokter Paru Indonesia (PDPI) Agus Dwi Susanto mengemukakan bahwa paparan gas air mata dalam konsentrasi tinggi bisa berisiko memicu kematian.

"Risiko kematian bisa terjadi bila menghirup dalam konsentrasi tinggi," kata Agus Dwi dikutip Antara.

Ia mengatakan efek gas air mata pada saluran napas menyebabkan iritasi pada saluran hidung, tenggorokan, hingga saluran napas bawah.

Efek yang terjadi, kata Dwi, gejala dari hidung berair, rasa terbakar di hidung dan tenggorokan, batuk, dahak, nyeri dada, hingga sesak napas.

Sementara itu, Direktur Pasca-Sarjana Universitas YARSI, Prof Tjandra Yoga Aditama mengemukakan bahwa paparan gas air mata dalam ruang tertutup dan berdosis tinggi, berisiko memicu dampak kronik berkepanjangan pada penderita.

"Walaupun dampak utama gas air mata adalah dampak akut yang segera timbul, ternyata pada keadaan tertentu dapat terjadi dampak kronik berkepanjangan," kata Tjandra Yoga Aditama dikutip Antara, Minggu (2/10/2022).

Ia mengatakan gas air mata mengandung beberapa bahan kimia berupa chloroacetophenone (CN), chlorobenzylidenemalononitrile (CS), chloropicrin (PS), bromobenzylcyanide (CA), dan dibenzoxazepine (CR).

Zat-zat kimia tersebut dapat menimbulkan dampak pada kulit, mata, dan paru, serta saluran napas.

"Gejala akutnya di paru dan saluran napas dapat berupa dada berat, batuk, tenggorokan seperti tercekik, batuk, hingga sesak pada saluran napas,” katanya.

"Pada keadaan tertentu, dapat terjadi gawat napas atau respiratory distress."

Dampak gas air mata di paru, kata Tjandra, bisa memicu kasus pernapasan akut hingga gagal napas, khususnya pada penderita penyakit asma atau Penyakit Paru Obstruktif Kronik (PPOK).

Tjandra, yang juga Guru Besar Paru Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia ini mengatakan selain di saluran napas, gejala lain adalah rasa terbakar di mata, mulut dan hidung.

"Lalu dapat juga berupa pandangan kabur dan kesulitan menelan. Juga dapat terjadi semacam luka bakar kimiawi dan reaksi alergi," ujarnya.

Dalam laporannya TGIPF menyebut jumlah korban dalam peristiwa di Stadion Kanjuruhan Malang sebanyak 712 orang. Para korban terdiri dari 132 orang meninggal dunia (sampai disusunnya laporan TGIPF), 96 luka berat, dan 484 luka.

Belakangan korban meninggal bertambah satu sehingga total menjadi 133 orang.

Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo telah menetapkan enam orang tersangka Tragedi Kanjuruhan, yaitu Direktur Utama PT Liga Indonesia Baru (LIB) AHL, Ketua Panitia Pelaksana AH, Security Officer SS, Kabagops Polres Malang WSS, Danki 3 Brimob Polda Jawa Timur H, dan Kasat Samapta Polres Malang BSA.

Para tersangka tersebut disangka Pasal 359 dan Pasal 360 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) dan jPasal 103 Juncto Pasal 52 UU Nomor 11/2022 tentang Keolahragaan.

Apa Komentarmu?

Tulis komentar

ARTIKEL TERKAIT

VIDEO TERKAIT

KOMENTAR

Latest Comment

Belum ada komentar

Jadilah yang pertama mengirimkan komentar untuk bertukar gagasan dengan pengguna lainnya

TERPOPULER