Peristiwa Kanjuruhan: Koalisi Masyarakat Sipil Dapati 12 Temuan Awal

10 Oct 2022 16:10 WIB

thumbnail-article

Suporter mengevakuasi seorang pria akibat gas air mata yang ditembakkan polisi saat kerusuhan usai pertandingan sepak bola Arema vs Persebaya di Stadion Kanjuruhan, Malang, Jawa Timur, Indonesia, 2 Oktober. REUTERS/Stringer

Penulis: Ani Mardatila

Editor: Frendy

Tim Pencari Fakta Koalisi Masyarakat Sipil mengungkap adanya temuan awal terkait peristiwa di Stadion Kanjuruhan, Sabtu (1/10/2022). Hasil ini diperoleh dari investigasi selama tujuh hari.

"Kami mendapatkan temuan awal bahwa peristiwa kekerasan yang terjadi di Stadion Kanjuruhan merupakan dugaan kejahatan yang terjadi secara sistematis, yang tidak hanya melibatkan pelaku lapangan," kata anggota Tim Pencari Fakta Koalisi Masyarakat Sipil, Jauhar, melalui keterangan tertulis pada Minggu (9/10/2022).

Tim Pencari Fakta Koalisi Masyarakat Sipil beranggotakan beberapa lembaga, meliputi Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Pos Malang, LBH Surabaya, Lokataru, IM 57+ Institute, dan Komisi Untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (KontraS).

Selama proses investigasi, tim mendengarkan keterangan dari sekitar 70 saksi, baik mereka yang menjadi korban maupun keluarganya.

Mereka mengungkap adanya mobilisasi sejumlah pasukan yang membawa gas air mata meskipun tidak ada potensi gangguan keamanan. 

“Kami menemukan mobilisasi aparat keamanan yang membawa gas air mata dilakukan pada tahap pertengahan babak kedua. Padahal saat itu tidak ada ancaman atau potensi gangguan keamanan. Jadi kami melihat ini ganjil," ujar Kepala Divisi Hukum KontraS, Andi Muhammad Rizaldi dalam konferensi pers secara daring, Minggu (9/10/2022).

Berikut ini merupakan 12 temuan awal Tim Pencari Fakta Koalisi Masyarakat Sipil seputar peristiwa Kanjuruhan.


Pertama, pada saat pertengahan babak kedua, terdapat mobilisasi sejumlah pasukan yang membawa gas air mata. Padahal diketahui, tidak ada ancaman atau potensi gangguan keamanan saat itu. 

Kedua, ada sejumlah suporter yang masuk ke dalam lapangan ketika pertandingan selesai. Berdasarkan keterangan saksi-saksi, hal tersebut terjadi karena suporter ingin memberikan dorongan motivasi dan dukungan moral kepada pemain. 

Namun, hal tersebut justru direspons secara berlebihan oleh aparat keamanan, yang berakibat terjadinya tindak kekerasan. Suporter lain, akhirnya turun ke lapangan untuk menolong suporter yang mengalami tindak kekerasan dari aparat.

Ketiga, tidak ada upaya dari aparat untuk menggunakan kekuatan lain yang memiliki dampak pencegahan, baik berupa perintah lisan atau suara peringatan, hingga kendali tangan kosong lunak, sebelum tindakan penembakan gas air mata. 

Padahal, berdasarkan Perkap Nomor 1 Tahun 2009 tentang Penggunaan Kekuatan, Polisi harus melalui tahap-tahap tertentu sebelum mengambil tahap penembakan gas air mata.

Keempat, tindak kekerasan yang dialami para suporter, tidak hanya dilakukan oleh anggota Polri tetapi juga dilakukan oleh prajurit TNI dengan berbagai bentuk, seperti menyeret, memukul, dan menendang. 

Kelima, berdasarkan kesaksian para suporter, penembakan gas air mata tidak hanya ditujukan ke bagian lapangan, tetapi juga mengarah ke bagian tribun Selatan, Timur, dan Utara. Hal tersebut menimbulkan kepanikan yang luar biasa bagi suporter.

Keenam, terjadi penumpukan di sejumlah pintu yang terkunci, saat penonton hendak keluar karena akses evakuasi yang sempit. Hal ini berakibat sangat fatal, mulai dari penonton sulit bernapas dan jatuh korban jiwa. 

Ketujuh, para suporter yang berhasil keluar minim mendapatkan pertolongan dengan segera dari pihak aparat kepolisian. Akhirnya, para korban dengan caranya sendiri berusaha untuk keluar.

Kedelapan, peristiwa kekerasan dan penderitaan tidak hanya terjadi di dalam stadion, tetapi juga terjadi di luar stadion. Diketahui, aparat kepolisian juga ikut melakukan penembakan gas air mata kepada para suporter yang berada di luar stadion. 

Kesembilan, pasca-peristiwa, ada pihak-pihak tertentu yang melakukan tindakan intimidasi, baik melalui sarana komunikasi maupun secara langsung. Tim menduga hal ini dilakukan agar menimbulkan suatu ketakutan kepada para saksi dan korban agar tidak memberikan suatu kesaksian. 

Kesepuluh, tidak ada informasi yang mendetail dari pemerintah berkaitan dengan data korban jiwa dan luka-luka yang dapat diakses bebas oleh publik, termasuk informasi perkembangan penanganan kasus yang saat ini ditangani oleh kepolisian.

Kesebelas, tim Tim Pencari Fakta Koalisi Masyarakat Sipil sudah berkomunikasi langsung dengan Komnas HAM dan LPSK untuk menyampaikan sejumlah laporan dan pendalaman fakta. Tetapi tim belum melihat kerja riil dari Tim Gabungan Independen Pencari Fakta untuk menemui sejumlah saksi dan korban.

Kedua belas, tim menilai narasi temuan minuman alkohol dan terminologi “kerusuhan” adalah penyampaian informasi yg menyesatkan. Yang terjadi justru serangan atau “pembunuhan secara sistematis” terhadap para warga sipil.

Selain itu, adanya informasi minuman alkohol dapat menyesatkan fokus penerangan kasus ini. Menurut mereka, tidak mungkin ada minuman alkohol di dalam stadion. Sebab, saat masuk ke dalam stadion dilakukan pengecekan yang sangat ketat oleh panitia pelaksana dan aparat kepolisian.

Berdasarkan berbagai temuan awal di atas, Tim Pencari Fakta Koalisi Masyarakat Sipil menilai telah terjadi tindak kekerasan yang dilakukan secara sengaja dan sistematis, dilakukan oleh aparat keamanan, dengan tidak hanya melibatkan aktor lapangan saja, yang saat ini telah ditetapkan tersangka oleh aparat kepolisian.

Akan tetapi, ada aktor lain dengan posisi lebih tinggi yang seharusnya ikut bertanggung jawab dan perlu diproses hukum lebih lanjut.

 

Apa Komentarmu?

Tulis komentar

ARTIKEL TERKAIT

VIDEO TERKAIT

KOMENTAR

Latest Comment

Belum ada komentar

Jadilah yang pertama mengirimkan komentar untuk bertukar gagasan dengan pengguna lainnya

TERPOPULER