Sejarah Hajar Aswad Menurut Islam: Batu Istimewa bagi Setiap Muslim

23 November 2023 18:11 WIB

Narasi TV

Foto rukun Hajar Aswad di samping pintu emas, sudut Ka'bah tempat batu Hajar Aswad diletakkan. REUTERS/Mohammed Salem

Penulis: Elok Nuri

Editor: Rizal Amril

Bagi umat Islam yang telah menunaikan ibadah umrah maupun ibadah haji, pasti sudah pernah melihat atau bahkan sempat menyentuh dan mencium Hajar Aswad.

Hajar Aswad merupakan batu hitam yang terletak di salah satu sudut Ka’bah dekat pintu emas.

Batu Hajar Aswad diletakkan oleh Rasulullah saw. bersama dengan tokoh-tokoh klan di Arab kala itu.

Umat Islam yang menunaikan ibadah haji ataupun umrah dianjurkan untuk melihat dan menyentuh batu istimewa tersebut.

Lantas apa yang dimaksud dengan Hajar Aswad? Dan bagaimana sejarahnya? Berikut adalah ulasan lengkapnya yang dikutip dari berbagai sumber.

Sejarah batu Hajar Aswad

Mengutip dari laman NU Online, Hajar Aswad adalah sebuah batu yang turun dari surga. Batu tersebut awalnya berwarna putih seperti susu, namun dosa-dosa manusia membuatnya menjadi hitam.

Penjelasan tersebut, didasarkan pada hadis Nabi Muhammad saw. yang diriwayatkan dari Ibn Abbas sebagai berikut:

عن ابْنِ عَبَّاسٍ قَالَ قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ نَزَلَ الْحَجَرُ الْأَسْوَدُ مِنْ الْجَنَّةِ وَهُوَ أَشَدُّ بَيَاضًا مِنْ اللَّبَنِ فَسَوَّدَتْهُ خَطَايَا بَنِي آدَمَ

Artinya: Dari Ibnu Abbas berkata, Rasulullah shallallahu alaihi wasallam bersabda, “Hajar Aswad turun dari surga berwarna sangat putih daripada susu, lalu berwarna hitam akibat dosa manusia.” (HR Sunan Tirmidzi).

Batu tersebut, oleh Allah Swt., kemudian diserahkan kepada Nabi Ibrahim untuk diletakkan di sudut Ka'bah.

Peletakkan tersebut dimaksudkan sebagai tanda dan lokasi dimulainya tawaf ketika beribadah umrah atau haji.

Penyerahan batu kepada Nabi Ibrahim as. tersebut dikarenakan pembangunan Ka'bah dilakukan oleh Nabi Ibrahim as. dan Nabi Ismail as. atas perintah Allah Swt.

Maulida Al Munawaroh dalam bukunya berjudul Asal-usul Kabah (2010), menjelaskan bahwa Allah memerintahkan pembangunan Ka'bah kepada Ibrahim as. sebagai rumah Allah (baitullah) di muka bumi.

Sejak saat itu, batu Hajar Aswad telah menjadi bagian dari Ka'bah.

Sempat hampir memecah belah orang Arab

Saat lima tahun sebelum kenabian Muhammad saw., Makkah dilanda banjir besar. Banjir tersebut kemudian dikhawatirkan akan mencapai Ka'bah dan berpotensi merusaknya. Kala itu, Ka'bah sudah menjadi situs religius penting orang-orang Arab pra-Islam.

Kekhawatiran tersebut kemudian membuat pemerintahan kaum Quraisy kala itu berniat merenovasi Ka'bah. Mereka kemudian bergotong royong merenovasi Ka'bah agar lebih kuat.

Akan tetapi, masalah muncul ketika renovasi Ka'bah sampai pada bagian Hajar Aswad. Orang-orang Quraisy saling berselisih, saling merasa paling berhak meletakkan batu suci tersebut ke tempat semula.

Selisih paham tersebut tak menunjukkan akhir. Setiap klan merasa diri menjadi orang yang paling berhak untuk meletakkan kembali Hajar Aswad ke tempat semula.

Hingga kemudian Abu Umayyah bin Al-Mughirah menawarkan ide untuk mencegah perpecahan tersebut. Ia menyatakan bahwa orang yang berhak meletakkan kembali Hajar Aswad adalah orang yang pertama masuk dari pintu masjid.

Orang tersebut ternyata adalah Nabi Muhammad saw. Karena sudah menjadi kesepakatan, maka Nabi Muhammad saw. diminta untuk meletakkan kembali Hajar Aswad.

Akan tetapi, Nabi Muhammad saw. menolak untuk meletakkan batu suci tersebut sendirian. Nabi saw. memahami bahwa secara simbolik peletakan batu tersebut adalah hal yang penting bagi setiap klan orang-orang Quraisy.

Maka, Rasulullah saw. mengatakan untuk meletakkan batu tersebut bersama-sama dengan meletakkan batu suci tersebut di atas kain dan masing-masing kabilah memegang ujung kain.

Baru setelah batu Hajar Aswad telah sampai di dekat tempat seharusnya, Rasulullah saw. mengambilnya dan mengembalikannya ke tempat semula.

Istimewa tapi bukan berhala

Hajar Aswad merupakan batu istimewa oleh umat Islam. Mereka mencium atau menyentuh saat melakukan tawaf karena nabi Muhammad saw. juga melakukan hal tersebut semasa hidupnya.

Akan tetapi, pengistimewaan ini bukan dimaksudkan untuk menyembahnya, tetapi selaras dengan tujuan ibadah kepada Allah Swt.

Umar bin Khattab, sahabat Nabi saw. yang juga menjadi khilafah Islam pasca wafatnya Rasulullah, dalam sebuah riwayat menjelaskan bagaimana kita dapat menyikapi sunah mencium batu Hajar Aswad tanpa menganggapnya batu sesembahan sebagai berikut:

 إِنِّى لأُقَبِّلُكَ وَإِنِّى أَعْلَمُ أَنَّكَ حَجَرٌ وَأَنَّكَ لاَ تَضُرُّ وَلاَ تَنْفَعُ وَلَوْلاَ أَنِّى رَأَيْتُ رَسُولَ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- قَبَّلَكَ مَا قَبَّلْتُكَ

Artinya: "Sesungguhnya aku menciummu dan aku tahu bahwa engkau adalah batu yang tidak bisa memberikan mudhorot (bahaya), tidak bisa pula mendatangkan manfaat. Seandainya bukan karena aku melihat Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam menciummu, maka aku tidak akan menciummu." (Sahih Bukhari, 1494)

NARASI ACADEMY

TERPOPULER

KOMENTAR