Setelah Mabes Polri, Kini Giliran Pindad Bilang Gas Air Mata Tidak Berbahaya

14 Oct 2022 15:10 WIB

thumbnail-article

Polisi menembakkan gas air mata ke ara tribun suporter di Stadion Kanjuruhan, Sabtu (1/10/2022) malam. Foto: Antara

Penulis: Jay Akbar

Editor: Ramadhan Yahya

PT Pindad Persero memastikan gas air mata yang diproduksi dan digunakan oleh kepolisian itu tidak menggunakan bahan berbahaya karena bahannya lazim digunakan oleh pasukan anti huru-hara di berbagai negara.

Direktur Utama PT Pindad Persero Abraham Mose mengatakan PT Pindad telah memproduksi gas air mata atau tear gas sejak tahun 2006. Sejak saat itu, menurutnya produksi tear gas tidak menggunakan bahan lain selain CS (klorobenzalmalononitril).

"Tear gas Pindad ini menggunakan bahan CS, kita tidak menggunakan CN (kloroasetofenon), karena itu sudah dilarang, jadi semua produksi sejak tahun 2006 itu kita gunakan CS," kata Abraham di Kantor Pindad, Kota Bandung, Jawa Barat, Jumat (14/10/2022).

Selain digunakan oleh Kepolisian Republik Indonesia (Polri), menurutnya, gas air mata buatan Pindad itu juga sudah diekspor ke berbagai negara. Sejauh ini, kata dia, belum pernah ada komplain terkait gas air mata buatan Pindad tersebut.

"Produk Pindad tear gas itu ada dua jenis, baik yang powder maupun smoke, kalau yang powder itu kita lontarkan akan meledak di atas, kalau yang smoke itu dilontarkan dan akan meledak di bawah," katanya.

Sebelum pengiriman ke pelanggan, ia pun memastikan gas air mata tersebut akan diuji kualitas dan mutunya. Sehingga produk itu menurutnya sesuai standar yang disesuaikan dengan kebutuhan.

Sementara itu, VP Penjaminan Mutu K3LH PT Pindad Prima Kharisma mengatakan senyawa CS yang ada di gas air mata itu bisa menimbulkan dampak iritasi seperti kulit memerah gatal, hingga mata berair.

Sejauh ini, kata dia, Pindad selalu melakukan uji kualitas produksi gas air mata itu di ruang terbuka. Menurutnya efek gas air mata akan hilang berangsur-angsur mulai dari 20 menit hingga 30 menit sejak dilontarkan.

"Untuk di ruang tertutup sendiri kami belum pernah melakukan pengujiannya yang kami lakukan selama ini adalah di ruang terbuka," kata Prima.

Adapun gas air mata produksi Pindad itu menurutnya rata-rata memiliki durasi kedaluwarsa hingga tiga tahun. Jika sudah melalui masa kedaluwarsa, menurutnya performa gas air mata itu bakal menurun.

"Kami pastikan produk Pindad menggunakan CS, dan tidak ada gas beracun seperti sianida, gas CN dan gas yang lain itu tidak ada, jadi kami cuma ada senyawa CS," kata dia.

Polisi Sebut Gas Air Mata Bukan Penyebab Ratusan Orang Tewas

Mabes Polri membantah gas air mata yang ditembakkan personel kepolisian di Stadion Kanjuruhan, Sabtu (1/10/2022) malam, menjadi penyebab meninggalnya ratusan suporter Arema. 

Berdasarkan keterangan para dokter RSUD Sakit Saiful Anwar Malang, Polri mengklaim ratusan orang di Kanjuruhan meninggal lantaran kekurangan oksigen saat berdesakan di sejumlah pintu keluar yang dikunci.

“Dari penjelasan para ahli dokter spesialis yang menangani para korban, baik yang meninggal dunia maupun para korban yang luka, dari dokter spesialis penyakit dalam, penyakit paru, penyakit THT, dan juga spesialis penyakit mata tidak ada satu pun yang menyebutkan bahwa penyebab kematian adalah gas air mata, tapi penyebab kematian adalah kekurangan oksigen karena terjadi berdesakan-desakan, kemudian terinjak-injak, bertumpuk-tumpukan,” kata Kadiv Humas Polri Irjen Pol Dedi Prasetyo dalam konferensi pers kepada wartawan, Senin (10/10/2022).

Dalam peristiwa Kanjuruhan, personel Polri menggunakan tiga jenis gas air mata yang bersifat ringan, sedang, dan berat. 

Dedi mengatakan gas-gas air mata tersebut, berdasarkan keterangan ahli toksikologi Universitas Udayana I Made Agus Gelgel Wirasuta, tidak mengakibatkan kematian meskipun dihirup dengan intensitas tinggi.

Tidak Semua Ahli Sependapat

Ketua Umum Persatuan Dokter Paru Indonesia (PDPI) Agus Dwi Susanto mengemukakan bahwa paparan gas air mata dalam konsentrasi tinggi bisa berisiko memicu kematian.

"Risiko kematian bisa terjadi bila menghirup dalam konsentrasi tinggi," kata Agus Dwi dikutip Antara.

Ia mengatakan efek gas air mata pada saluran napas menyebabkan iritasi pada saluran hidung, tenggorokan, hingga saluran napas bawah.

Efek yang terjadi, kata Dwi, gejala dari hidung berair, rasa terbakar di hidung dan tenggorokan, batuk, dahak, nyeri dada, hingga sesak napas.

Sementara itu, Direktur Pasca-Sarjana Universitas YARSI, Prof Tjandra Yoga Aditama mengemukakan bahwa paparan gas air mata dalam ruang tertutup dan berdosis tinggi, berisiko memicu dampak kronik berkepanjangan pada penderita.

"Walaupun dampak utama gas air mata adalah dampak akut yang segera timbul, ternyata pada keadaan tertentu dapat terjadi dampak kronik berkepanjangan," kata Tjandra Yoga Aditama dikutip Antara, Minggu (2/10/2022).

Ia mengatakan gas air mata mengandung beberapa bahan kimia berupa chloroacetophenone (CN), chlorobenzylidenemalononitrile (CS), chloropicrin (PS), bromobenzylcyanide (CA), dan dibenzoxazepine (CR).

Zat-zat kimia tersebut dapat menimbulkan dampak pada kulit, mata, dan paru, serta saluran napas.

"Gejala akutnya di paru dan saluran napas dapat berupa dada berat, batuk, tenggorokan seperti tercekik, batuk, hingga sesak pada saluran napas,” katanya.

"Pada keadaan tertentu, dapat terjadi gawat napas atau respiratory distress."

Dampak gas air mata di paru, kata Tjandra, bisa memicu kasus pernapasan akut hingga gagal napas, khususnya pada penderita penyakit asma atau Penyakit Paru Obstruktif Kronik (PPOK).

Apa Komentarmu?

Tulis komentar

ARTIKEL TERKAIT

VIDEO TERKAIT

KOMENTAR

Latest Comment

Belum ada komentar

Jadilah yang pertama mengirimkan komentar untuk bertukar gagasan dengan pengguna lainnya

TERPOPULER